Maka manakala adalah hati, yang mengeras kepadanya ketika mati itu, kecintaan kepada isteri, kepada anak, harta, tempat tinggal, sawah-Iadang. teman dan shahabat, maka inilah laki-Iaki yang seluruh kecintaannya pada dunia. Maka dunialah syurganya. Karena syurga itu, adalah ibarat dari suatu tempat yang mengumpulkan semua kekasih. Maka matinya itu, ialah keluar dari syurga dan dinding di antaranya dan apa yang dirinduinya. Apabila ia tidak mempunyai kekasih, selain Allah Ta'ala, selain dzikir kepadaNYA, ma'rifah dan fikir padaNYA, sedang dunia dan segala sangkut-pautnya itu menggangguinya dari yang dikasihi, jadi, maka dunia itu penjara baginya. Karena penjara itu ibarat dari tempat yang mencegah si terpenjara, untuk bersenang-senang kepada yang dikasihinya. Maka matinya itu adalah kedatangan kepada kekasihnya dan kelepasan dari penjara. Dan tidaklah tersembunyi, keadaan orang yang terlepas dari penjara. Dan dibiarkan ia dengan kekasihnya, dengan tidak ada yang melarang dan yang mengeruhkan.
Maka inilah permulaan yang ditemui oleh setiap orang yang berpisah dengan dunia, sesudah matinya, dari pahala dan siksa. Lebih-Iebih dari apa yang disediakan oleh AIIah kepada hamba-hambaNYAyang shalih, dari apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, tidak pemah didengar oleh telinga dan tidak terguris di hati manusia. Lebih-Iebih, dari apa yang disediakan oleh Allah Ta'ala, bagi mereka yang mencintai kehidupan dunia-wi dari akhirat. Senang dengan kehidupan duniawi dan merasa tenang kepada kehidupan duniawi, dari belenggu, rantai, pasung dan berbagai macam kehinaan dan yang menakutkan. Maka kita mohon kepada Allah Ta'ala, kiranya IA mematikan kita sebagai orang muslim dan menghubungkan kita dengan orang-orang shalih....
Dan tiada harapan pada penerimaan do'a ini, selain dengan mengusahakan kasih-sayang Allah Ta'ala. Dan tiada jalan kepada yang demikian. selain dengan mengeluarkan kasih sayang kepada yang lain daripada Allah, dan hati. Dan memutuskan segala hubungan dari setiap apa yang selain Allah Ta'ala, dari kemegahan, harta dan tempat tinggal. Maka yang lebih utama, ialah, bahwa kita berdo'a, dengan apa yang dido'akan oleh Nabi kita s.a.w.:-
Artinya: "Ya Allah, Tuhanku! Anugerahkanlah kepadaku mencintaiMU. mencintai orang yang mencintaiMU, mencintai apa yang mendekatkan aku kepada mencintaiMU! Dan jadilah kecintaan kepadaMU, yang lebih mencintai kepadaku, daripada air dingin". (Dirawikan Al-Tirmidzi dari Ma’adz).
Dan maksudnya, ialah: bahwa kekerasan harap ketika akan mati itu lebih patut. Karena harap itu lebih menghela kepada kasih-sayang .... Dan kekerasan takut sebelum mati itu lebih patut. Karena takut itu lebih membakar bagi api nafsu-syahwat dan lebih mencegah lagi kecintaan dunia dari hati. Dan karena itulah,
Nabi s.a.w. bersabda:-
Artinya: “Tiada mati seseorang kamu, selain ia membaikkan sangka dengan Tuhannya”. (Dirawikan Muslim dari Jabir.)
Allah Ta'ala berfirman: "AKU pada sangkaan hambaKU dengan AKU. Maka hendaklah ia menyangka kepadaKU, akan apa yang dikehendakinya".
Tatkala Sulaiman At-Taimi hampir wafat, maka ia mengatakan kepada anaknya: "Hai anakku! Berbicaralah dengan aku akan hal-hal yang mudah! Dan sebutkanlah bagiku akan harapan! Sehingga aku bertemu dengan Allah atas baiknya sangkaan kepadaNYA".
Begitu pula tatkala Ats-Tsauri hampir wafat dan bersangatan gundahnya. lalu beliau mengumpulkan para ulama di kelilingnya, di mana mereka memberi harapan kepadanya. Ahmad bin Hanbal r.a. mengatakan kepada puteranya. tatkala akan wafat: "Sebutkanlah bagiku hadits-hadits, yang padanya harapan dan baik sangka".
Dan yang dimaksud dari itu semua, ialah: bahwa seseorang mempercintakan Allah Ta'ala kepada dirinya. Dan karena itulah, Allah Ta'ala menurunkan wahyu kepada nabi Dawud a.s.: "Bahwa engkau memperkasihkan AKU kepada hamba-hambaKU!".
Nabi Dawud a.s. lalu bertanya: "Dengan apa?'.
Allah Ta'ala berfirman: "Dengan engkau peringatkan akan mereka, segala rahmat dan nikmatKU".
Jadi, penghabisan kebahagiaan, ialah: bahwa mati dengan mencintai Allah Ta’ala. Dan sesungguhnya kecintaan itu berhasil, dengan ma'rifah dan dengan mengeluarkan kecintaan dunia dari hati. Sehingga jadilah dunia itu seluruhnya, seperti penjara yang mencegah dari kekasih. Dan karena itulah. sebahagian orang-orang shalih, memimpikan Abu Sulaiman AdDarani, hahwa beliau itu terbang. Lalu yang bermimpi itu bertanya kepada Abu Sulaiman Ad-Darani. Abu Sulaiman lalu menjawah: "Sekarang aku terlepas".
Tatkala pagi hari, lalu yang bermimpi itu menanyakan akan keadaan Abu Sulaiman. Maka orang mengatakan kepadanva. bahwa Abu Sulaiman AdDarani, telah meninggal kemarin.
Obat, yang dengan obat itu, tertariklah akan keadaan takut.
Ketahuilah kiranya. bahwa apa yang tclah kami sebutkan. ten tang obat sabar dan telah kami uraikan pada Kitah Sahar Dan Syukur. maka itu mell1adailah pada maksud ini. Karena sahar itu tidak mungkin. sclain st'sudah bcrhasil takut dan harap. Karena permulaan tingkat Agama itu: yakin, yang mcnjadi ibarat dari kuatnya iman kepada Allah Ta’ala. dcngan hari akhirat. syurga dan neraka. Dan yakin ini. dengan mudah. mengobarkan ketakutan dari neraka dan harapan kepada syurga.Harap dan takut itu menguatkan sabar. Maka sesungguhnya syurga itu dikelilingi dengan hal-hal yang tiada disukai. Maka tiada tahan pada menanggung yang tidak disukai itu. selain dengan kuatnya harapan. Dan neraka itu dikelilingi dengan nafsu-syahwat. Maka tiada tahan p'lda mencegahkannya. selain dengan kuatnya ketakutan. Dan karena itulah. Ali r.a. berkata:. "Siapa yang rindu kepada syurga, niscaya ia menyimpang dari segala nafsu-syahwat. Siapa yang sayang kepada dirinya dari neraka. niscaya ia kembali (tidak mengerjakan lagi) dari perbuatan-perbuatan yang diharamkan ".
Kemudian, dilaksanakan tingkat sabar, yang diambil faedahnya dari takut dan harap, kepada tingkat mujahadah dan menjuruskan diri kepada mengingati Allah Ta'ala (berdzikir kepada Allah Ta'ala) dan bertafakkur kepadaNYA terus menerus.
Oh:h karena terus-menerusnya dzikir, maka itu membawa kepada kejinakan hat-i--darrterus-menerusnya berfikir (bertafakkur) kepada kesempurnaan ma'rifah. Dan oleh kesempurnaan ma'rifah dan kejinakan hati itu membawa kepada kecintaan. Dan diikuti oleh tingkat: ridla, tawakkal dan tingkat-tingkat lainnya.
Maka inilah tertib (cara berturutnya) pada menjalani tingkat-tingkat Agama. Dan tiadalah, sesudah pokok yakin itu, tingkat lagi, selain takut dan harap. Dan tiadalah sesudah keduanya itu tingkat lagi, selain: sabar. Dan dengan sabar itu, mujahadah dan menjuruskan hati kepada Allah pada zahir dan batinnya. Dan tiada tingkat lagi sesudah mujahadah, bagi orang yang terbuka baginya jalan, selain hidayah (petunjuk) dan ma'rifah. Dan tiada tingkat sesudah ma'rifah, selain kasih sayang dan kejinakan hatL Dan dari mudahnya kasih sayang itu, datang ridla dengan perbuatan kekasih dan percaya dengan kesungguhan. Dan itulah: tawakkal.
ladi, pada apa yang telah kami sebutkan tentang pengobatan sabar itu, mencukupilah. Akan tetapi kami, akan sendirikan takut itu dengan pembicaraan secara dipersingkat, maka kami mengatakan:-
Takut itu berhasil, dengan dua jalan yang berlainan. Yang pertama lebih tinggi dari yang lain. Contohnya: bahwa anak kecil. apabila ada ia di rumah, lalu masuk kepadanya binatang buas atau ular, maka kadang-kadang ia tidak takut. Dan kadang-kadang, ia memanjangkan tangannya kepada ular, untuk diambilnya dan bermain-main dengan ular itu.
Akan tetapi, apabila ada bersama anak kecil itu bapaknya dan bapaknya itu berpikiran waras, niscaya ia takut kepada ular. Dan lari daripadanya. Maka apabila anak kecil itu melihat kepada ayahnya dan ayahnya itu gementar sendi-sendinya dan berusaha untuk lari dari ular itu, niscaya anak kecil itu bangun berdiri bersama ayahnya. Dan mengeraslah ketakutan atas anak kecil itu dan ia menyesuaikan diri dengan ayahnya pada lari. Maka takutnya ayah itu adalah dari penglihatan dengan pikiran dan mengetahui sifat ular, racunnya, keistimewaannya, kekerasan binatang buas, keperkasaannya dan kurangnya perhatian binatang buas itu kepada mangsanya.
Adapun takutnya anak, maka karena percaya dengan semata-mata ikut-ikutan. Karena ia membaikkan sangka kepada ayahnya. Dan ia tahu, bahwa ayahnya itu tidak takut, selain dari sebab yang menakutkan pada dirinya. Maka tahulah anak kecil itu, bahwa binatang buas itu menakutkan. Dan ia tidak tahu akan segi ketakutan itu.
Apabila anda tahu akan contoh ini, maka ketahuilah, bahwa takut kepada Allah Ta'ala itu atas dua tingkat:-
Pertama: takut kepada azabNYA.
Kedua: takut kepadaNYA.
Adapun takut kepadaNYA, maka yaitu: takut para ulama dan orang-orang yang mempunyai hati, yang mengetahui dari sifat-sifat Allah Ta’ala, akan apa yang menghendaki kehebatan, ketakutan dan kehati-hatian, yang menengok kepada rahasia firman Allah Ta’ala:-
Artinya: "Allah memperingati kamuakan kewajibanmu kepada Allah sendiri". S. Ali 'Imran, ayat 28.
Dan firman Allah 'Azza wa Jalla:-
Artinya: "Bertaqwalah kamu kepada Allah sebenar-benarnya!". S. Ali 'Imran, ayat 102.
Adapun yang pertama, maka itu takutnya umumnya manusia. Dan itu berhasil dengan pokok iman (percaya) akan syurga dan neraka. Dan adanya syurga dan neraka itu balasan atas tha'at dan maksiat. Dan lemahnya itu disebabkan kelalaian dan sebab lemahnya iman. Dan kelalaian itu hilang dengan: peringatan, pengajaran, selalu berfikir tentang huru-hara hari kiamat dan segala macam azab di akhirat. Dan hilang juga kelalaian itu dengan melihat kepada orang-orang yang takut, duduk-duduk bersama mereka dan menyaksikan hal-ihwal mereka. Maka jikalau tidak ada penyaksian itu, maka dengan mendengar saja, tidak juga terlepas dari membekas.
Adapun yang kedua dan itu yang lebih tinggi. Maka adanya Allah itu yang membawa kepada ketakutan, aku maksudkan, ialah: bahwa ditakutkan akan jauh dan terdinding (hijab) dari Allah. Dan mengharap akan kedekatan kepadaNYA.
Dzun-Nun r.a. berkata: "Ketakutan kepada neraka, pada takutnya berpisah itu adalah seperti setetes air yang menetes pada lautan yang gelap gulita".
Inilah takutnya para ulama, dimana
Allah Ta’ala berfirman:-
Artinya: "Sesungguhnya yang takut kepada Allah dari hamba-hambaNYA, ialah orang-orang yang berilmu (ulama)". S. Fathir, ayat 28.
Dan bagi umumnya orang mu'min juga mempunyai keuntungan dari ketakutan ini. Akan tetapi, itu dengan semata-mata ikut-ikutan (taqlid). yang menyerupai akan takutnya anak kecil kepada ular. karena ikut-ikutan kepada ayahnya. Dan yang demikian itu tidak disandarkan kepada penglihatan dengan mata-hati. Maka sudah pasti. akan lemah dan hilang dalam waktu dekat. Sehingga anak kecil itu, kadang-kadang melihat akan orang yang berazam. tampil mengambil ular itu. Maka ia memandang kepada orang itu dan ia tertipu dengan yang demikian. Lalu ia berani untuk mengambilnya karena ikut-ikutan kepada orang itu. Sebagaimana ia menjaga diri daripada mengambilnya karena ikut-ikutan kepada ayahnya. Akidah-akidah ikut-ikutan (al-'aqaid at-taqlidiyah) itu pada kebiasaannya lemah. kecuali apabila dikuatkan dengan menyaksikan sebab-sebabnya yang menguatkan akidah-akidah itu terus-menerus. Dan membiasakan menurut yang dikehendakinya pada membanyakkan tha'at dan menjauhkan perbuatan maksiat pada masa yang panjang, secara berkekalan. Jadi, siapa yang mendaki ke tingkat ma'rifah dan mengenal akan Allah Ta'ala. niscaya dengan mudah ia takut kepada Allah.
Maka ia tidak memerlukan kepada pengobatan untuk menarik ketakutan. Sebagaimana orang yang mengenal binatang buas dan melihat dirinya terjatuh dalam cengkamannya, niscaya ia tidak memerlukan kepada pengobatan untuk menarik ketakutan kepada hatinya. Akan tetapi, dengan mudah ia takut kepada binatang buas itu dikehendakinya atau tidak. Dan kerana demikianlah, maka Allah Ta'ala menurunkan wahyu kepada Nabi Dawud a.s.:
"Takutlah kepadaKU. sebagaimana engkau takut kepada hinatang buas yang menerkam". .
Dan tiada daya pada menarik ketakutan kepada binatang buas yang menerkam, selain mengenal binatang buas itu. Dan mengetahui jatuhnya dalam cengkamannya. Maka tidak memerlukan kepada daya lainnya. Maka siapa yang mengenal Allah Ta’ala, niscaya ia mengenal bahwa Allah Ta’ala itu berbuat sekehendakNYA dan tidak memperdulikan yang lain. IA menghukum apa yang dikehendakiNYA. Dan IA tidak takut. IA mendekatkan malaikat tanpa wasilah (perantaraan) yang terdahulu. IA menjauhkan Iblis, tanpa dosa yang terdahulu. Akan tetapi. sifatNYA ialah apa yang diterjemahkan oleh firmanNYA Yang Mahatinggi: "Mereka ini dalam syurga dan AKU tidak perdulikan. Dan mereka itu dalam neraka dan AKU tidak perdulikan'.
Jikalau terguris di hati anda bahwa IA tidak menyiksakan selain di atas maksiat dan IA tidak memberi pahala. selain di atas tha’at, maka perhati'kanlah, bahwa IA tidak membantu orang yang tha’at dengan sebab-sebab ketha'atannya, sehingga ia tha’at. Orang itu mau atau tidak. Dan IA tidak menolong orang yang maksiat dengan pengajak-pengajak maksiat sehingga ia berbuat maksiat. Orang itu, mau atau tidak. Maka sesungguhnya, walau pun IA menjadikan kelalaian nafsu-syahwat dan kemampuan atas melaksanakan nafsu-syahwat itu, adalah perbuatan itu terjadi dengan mudah. Maka jikalau IA menjauhkan orang itu, karena orang itu berbuat maksiat kepadaNYA, maka mengapakah IA membawa orang itu kepada perbuatan maksiat? Adakah yang demikian itu, karena maksiat yang terdahulu, sehingga rantai-berantai kepada tiada berkesudahan? Atau IA berhenti sudah pasti pada permulaan, yang tiada alasan bagiNYA dari pihak hamba. Akan tetapi, IA men-qadha-kan (mentaqdirkan) atas hamba itu pada azali.
Dari pengertian ini, diibaratkan oleh Nabi s.a.w., karena beliau bersabda:
"Berhujjah (mengemukakan alasan) Adam a.s. dan Musa a.s. di sisi Tuhan-nya. Maka Adam a.s. mengemukakan alasan kepada Musa a.s., lalu Musa a.s. menjawab: "Engkau Adam, yang dijadikan engkau oleh Allah dengan tanganNYA. IA menghembuskan pada engkau dari RuhNYA. IA menyuruh sujud kepada engkau, akan malaikat-malaikatNYA. Dan ditempatkanNYA engkau dalam syurgaNYA. Kemudian, engkau menurunkan manusia dengan kesalahan engkau, ke bumi. Lalu Adam a.s. menjawab:
"Engkau Musa, yang dipilih engkau oleh Allah, dengan risalahNYA (di-jadikanNYA engkau rasulNYA) dan dengan kalamNYA (berkata-kata denganNYA). DiberikanNYA kepada engkau al-alwah (papan-papan tulis), yang padanya penjelasan setiap sesuatu. IA mendekatkan engkau kepadaNYA, dengan kelepasan dari bahaya. Maka dengan berapa lama, engkau mendapati Allah menulis Taurat, sebelum aku dijadikan?". Musa menjawab: "Dengan empat puluh tahun". Adam bertanya: "Adakah engkau dapati dalam Taurat, bahwa Adam berbuat maksiat kepada TuhanNYA, lalu ia durhaka?". Musa menjawab: "Ada!". Lalu Adam bertanya: "Adakah engkau mencacikan aku, atas perbuatan yang aku perbuat, yang telah dituliskan oleh Allah atasku, sebelum aku memperbuatnya dan sebelum aku dijadikanNYA empat puluh tahun?". Nabi s.a.w. bersabda: "Maka Adam berhujjah dengan Musa". (Dirawikan Muslim dari Abu Hurairah. Dan sepakal AI-Bukhari dan Muslim dengan kala-kala yang lain.).
Maka siapa yang mengetahui sebab pada urusan ini, dengan ma'rifah yang timbul dari nur-hidayah, maka itu dari ke-khusus-an orang-orang 'arifin, yang melihat kepada rahsia qadar. Dan siapa yang mendengar ini, lalu meng-imani-nya dan membenarkan dengan semata-mata mendengar, maka orang itu termasuk umumnya orang mu'min. Dan berhasil bagi setiap satu dari dua golongan itu, ketakutan. Sesungguhnya setiap hamba, maka dia itu jatuh dalam genggaman qudrah, sebagai jatuhnya anak kecil yang lemah dalam cengkaman binatang buas. Dan binatang buas itu, kadang-kadang lengah secara kebetulan. Lalu dilepaskannya anak kedl itu. Dan kadang-kadang binatang buas itu menyerbu atas anak kecil itu, lalu diterkamnya. Dan yang demikian itu, adalah menurut yang kebetulan.
Dan bagi kebetulan itu mempunyai sebab-sebab yang teratur dengan taqdir yang telah dimaklumi. Tetapi, apabila dikaitkan kepada orang yang tidak mengetahuinya, maka dinamakan: kebetulan.Dan kalau dikaitkan kepada ILMU ALLAH, maka tidak boleh dinamakan: kebetulan.
Orang yang jatuh dalam cengkaman binatang buas jikalau sempurnalah ma'rifahnya, niscaya ia tidak takut kepada binatang buas itu. Karena binatang buas tersebut telah diciptakan demikian. Jikalau ia lapar niscaya ia menerkam. Dan jikalau dirinya dikuasai oleh kelalaian niscaya ia biarkan dan tinggalkan.
Sesungguhnya yang ditakuti, ialah PENCIPTA binatang buas itu dan PENCIPTA sifat-sifatnya. Dan aku tidak mengatakan bahwa contoh takut kepada Allah Ta'ala itu seperti takut kepada binatang buas. Akan tetapi apabila terbukalah tutup, niscaya diketahui bahwa takut kepada binatang buas itu adalah takut itu juga kepada Allah Ta'ala. Karena yang membinasakan dengan perantaraan binatang buas itu, adalah Allah.
Maka ketahuilah, bahwa binatang-binatang buas akhirat itu seperti binatang-binatang buas dunia. Dan Allah Ta'ala yang menciptakan sebab-sebab azab dan sebab-sebab pahala. Dan IA menciptakan bagi setiap suatu itu ada yang punya, yang didorong oleh taqdir yang bercabang dari qadha akan kepastian azali, kepada apa ia diciptakan. IA menciptakan syurga dan diciptakanNYA untuk syurga itu, penduduknya (isinya), dimana mereka itu diciptakan untuk memperoleh sebab-sebab masuk ke syurga. Mereka berkehendak yang demikian atau tidak. Dan IA menciptakan neraka dan diciptakanNYA untuk neraka itu, penduduknya (isinya). di mana mereka itu diciptakan untuk memperoleh sebab-sebab masuk ke neraka. Mereka berkehendak yang demikian atau tidak. Maka tiada seorang pun melihat dirinya dalam pukulan ombak-ombak taqdir itu, selain ia - dengan sendirinya - dikerasi oleh ketakutan.
Maka inilah takutnya orang-orang yang berma'rifah akan rahsia QADAR. Maka siapa yang lalai dari meningkat ke tingkat melihat dengan mata hati, maka jalannya ialah, bahwa ia mengobati dirinya dengan mendengar hadits-hadits dan atsar-atsar. Lalu ia membaca hal-ihwal orang-orang yang takut, yang berma'rifah dan ucapan-ucapan mereka. Dan ia menyamakan akal pikiran dan kedudukannya, dengan kedudukan orang-orang yang mengharap, yang terpedaya. Maka ia tidak ragu, tentang mengikuti mereka itu adalah lebih utama. Karena mereka itu adalah nabi-nabi, wali-wali dan ulama-ulama.
Adapun orang-orang yang merasa aman, maka mereka itu ialah fir'aun-fir'aun, orang-orang bodoh dan orang-orang dungu.
Dan Rasul kita Muhammad s.a.w., adalah penghulu orang-orang yang dahulu dan orang-orang yang kemudian. (Dirawikan Muslim dari Abu Hurairah.). Dan ia adalah manusia yang paling takut kepada Allah. (Ada duapuluh lima hadits, selain dari ini, di mana Nabi s,a,w, mengatakan, bahwa “aku yang paling takut kepada Allah”). Sehingga, diriwayatkan, bahwa beliau menyembahyangkan kepada jenazah anak kecil. (Dirawikan Ath-Thabrani dari Anas).
Pada suatu riwayat, terdengar dalam do'anya Nabi s.a.w., beliau meng-ucapkan:-
Artinya: "Wahai Allah Tuhanku! Peliharalah dia dari azab kubur dan azab neraka!".
Pada riwayat yang kedua, bahwa Nabi s.a.w. mendengar orang yang mengatakan: "Selamat, bagi engkau seekor dari burung pipit syurga!".
Lalu Nabi s.a.w. marah dan bersabda:-
Artinya: "Apakah yang menerangkan kepadamu, bahwa anak itu demikian'! Demi Allah! Sesungguhnya aku utasan Allah dan aku tidak tahu, apa yang diperbuat kepadaku. Sesungguhnya Allah menciptakan syurga. Dan diciptakanNYA bagi syurga itu penduduknya (isinya). Mereka itu tidak ditambahkan dan tidak dikurangi". (Dirawikan Muslim dari 'Aisyah r.a.).
Diriwayatkan, bahwa Nabi s.a.w. mengucapkan pula yang demikian, kepada janazah Utsman bin Madh-'un. Dan Utsman ini tennasuk dari orang-orang muhajirin yang pertama. Tatkala Umma Salmah mengatakan: "Selamat, bagi engkau syurga!". Dan sesudah itu, Umma Salmah mengatakan:
"Demi Allah! Aku tidak mengatakan bersih (dari dosa) seorang pun sesudah Utsman". (Dlrawikan AI-Bukhari dari Ummul-'Ala' AI-Anshariyah.).
Muhammad bin Khaulah AI-Hanafiyah berkata: "Demi Allah!" Tiada seorang pun aku mengatakan bersih (dari dosa) selain Rasulullah s.a.w. Dan tidak juga ayahku yang memperanakkan aku".
Muhammad bin Khaulah AI-Hanafiyah mengatakan, bahwa tatkala telah berkembang aliran Syi'ah, lalu ia turut menyebutkan keutamaan-keutamaan Ali dan sifat-sifat kepujiannya (manaqib-nya).
Diriwayatkan pada hadits yang lain, dari seorang laki-Iaki, dari penghuni Ash-Shaffah (Ash-Shaffah,yaitu tempat Nabi s,a,w, menerima tamu dekat rumahnya, Dan sekarang tak berapa langkah dari maqam Nabi s.a.w"), yang telah meninggal dunia sebagai orang shahid. Lalu ibunya mengatakan: "Selamat. bagi engkau seekor burung pipit syurga. Engkau berhijrah kepada Rasulullah s.a. w. Dan engkau terbunuh pada sabitullah" .
Lalu Nabi s.a.w. bersabda:-
Artinya: "Apakah yang memberitahukan kepada engkau yang demikian'! Mungkin ia mengatakan apa yang tidak bermanfaat baginya. Dan ia mencegah apa yang tidak mendatangkan melarat kepadanya", (Dirawikan Ahu Yu'la dari Anas, sanad dha'if).
Tersebut pada hadits yang lain, bahwa Nabi s.a.w, masuk ke tempat se-bahagian shahabatnya. Dan shahabatnya itu sedang sakit. Lalu beliau mendengar seorang wanita mengatakan: "Selamat bagimu syurga!", Maka Nabi s.a.w. bertanya: "Siapakah yang bersumpah ini kepada Allah Ta'ala?".
Orang sakit itu menjawab: "Ibuku, wahai Rasulullah''',
Nabi s.a.w. lalu bersabda:-
Artinya: "Apakah yang memberitahukan yang demikian, akan engkau, hai ibu? Mungkin si Anu ini. berkata-kata dengan apa yang tidak penting baginya. Dan kikir dengan apa, yang ia perlukan kepadanya". (Dirawikan Abu Yu'la dari An,.s. ,kncan sanad dha’if ). Bagaimana kaum mu'min itu semua tidak takut, pada hal Nabi s.a,w. bersabda:-
Artinya: "Aku dibuat beruban oleh "Surat Hud" dan teman-temannya: "Surat AI-Waqi'ah". "Surat Idzasy-Syansu kuwwirat" dan "Surat 'Amma Yatasaa-aluun". (Dirawikan Al-Tirmidzi dan AI-Hakim' dari Ibnu Abbas dan dipandangnya shahih).
Para ulama mengatakan, bahwa mungkin yang demikian, karena yang ler-dapat pada Surat Hud, dari hal "menjauhkan", seperti firmanNYA:-
Artinya: "lngatlah, jauh (binasalah) 'Ad, kaum Hud itu!". S. Hud. ayat 6O.
FirmanNYA:-
Artinya: "Ingatlah, jauhlah Tsamud itu!". S. Hud. ayat 68.
FirmanNYA:-
Artinya: "lngatlah, binasalah Mad-yan, sebagaimana Tsanud lelah binasa". S. Hud, ayat 95.
Serta diketahui oleh Nabi s.a.w., bahwa jikalau dikehendaki oleh Allah, niscaya mereka itu tidak menjadi musyrik. Karena, jikalau dikehendakiNYA, niscaya didatangkanNYA kepada setiap jiwa, akan petunjuk.
Dan pada surat AI- Waqi'ah:-
Artinya: "Tiada seorang pun yang dapat mendustakan terjadinya. (Sebahagian) direndahkannya, (dan sebahagian) ditinggikannya". S. AI-Waqi'ah, ayat 2 - 3,
Artinya: "Keringlah pena dengan apa yang ada. Dan sempurnalah yang terdahulu. Sehingga turunlah yang kejadian. Adakalanya, direndahkan suatu golongan, yang mereka itu tinggi di dunia. Dan adakalanya, ditinggikan suatu golongan, yang mereka itu rendah di dunia".
Pada Surat At-Takwir (Wa idzasy-syamsu kuwwirat), disebutkan huruhara hari kiamat dan terbukanya al-khatimah (kesudahan setiap insan).
Yaitu firman Allah Ta'ala:-
Artinya: "Dan ketika api neraka dinyalakan. Dan ketika taman (Syurga) didekatkan. (Ketika itu) setiap diri mengetahui, apa yang disediakannya". S. At-Takwir, ayat 12 - 13 - 14.
Pada surat 'Amma Yatasaa-alun:-
Artinya: "Di hari manusia akan melihat apa yang telah dikirimkan terlebih dahulu oleh kedua tangannya dan orang-orang yang tiada beriman, akan mengatakan: "Wahai nasib malangku! Kiranya aku menjadi tanah hendaknya!". S. An-Naba', ayat 40.
Dan firmanNYA:-
Artinya: "Tiada seorang pun yang berbicara, selain dari siapa yang diizinkan oleh Tuhan Yang Maha Pemurah dan mengatakan apa yang sebenarnya". S. An-Naba', ayat 38.
AI-Qur-an itu, dari permulaannya, sampai kepada penghabisannya, adalah tempat-tempat yang mendatangkan takut, bagi orang yang membaca dengan pemahaman. Dan jikalau tak ada dalam Al-Quran, selain firmanNYA:-
Artinya: "Dan sesungguhnya AKU Maha Pengampun kepada siapa yang bertobat, beriman dan mengerjakan amal shalih, kemudian dia itu mengikuti jalan yang benar". S. Thaha, ayat 82--, niscaya adalah memadai. Karena IA menggantungkan ampunan kepada empat syarat, yang lemahlah hambaNYA dari masing-masing syarat itu. Dan yang paling keras daripadanya, ialah firmanNYA:-
Artinya: "Adapun orang yang bertobat, beriman dan mengerjakan amal shalih. maka ia diharapkan akan berada dari orang-orang yang beruntung". S. AI-Qashash. ayat 67.
Dan firmanNYA:-
Artinya: "Karena Allah hendak menanyakan kepada orang-orang yang benar. tentang kebenaran mereka". S. AI-Ahzab. ayat 8.
Dan firmanNYA:-
Artinya: "KAMI akan bertindak terhadap kamu, hai kedua penduduk dunia (jin dan manusia)!". S. Ar-Rahman, ayat 31.
Dan firmanNYA:-
Artinya: "Apakah mereka merasa aman dari rencana Allah? Tak ada yang merasa aman dari rencana Allah. selain kaum yang merugi". S. Al 'Araf. ayat 99.
Dan firmanNYA:-
Artinya: "Dan begitulah Tuhan engkau menghukum negeri-negeri yang penduduknya melakukan kesalahan. Sesungguhnya hukuman Tuhan itu pedih dan keras". S. Hud. ayat 102.
Dan firmanNYA:-
Artinya: "Di hari itu Kami kumpulkan orang-orang yang memelihara dirinya (bertaqwa) - dari kejahatan - sebagai menyambut perutusan. Dan Kami halau orang-orang yang bersalah itu ke dalam neraka secara kasar". S. Maryam. ayat 85 - 86.
Dan firmanNYA:-
Artinya: "Dan tiada seorang pun di antara kamu yang tiada masuk ke dalamnya itulah keputusan Tuhan engkau yang tak dapat dihindarkan ". S, Maryam. ayat 71.
Dan firmanNYA:-
Artiny: "Buatlah apa yang kamu suka, sesungguhnya Tuhan itu tahu betul apa yang kamu kerjakan". S.Fush-shilat. ayat 40.
Dan firmanNYA:-
Artinya: "Siapa yang ingin kepada keuntungan hari akhirat, akan Kami berikan tambahan kepada keuntungannya. Dan siapa yang ingin kepada keuntungan di dunia ini, akan Kami berikan keuntungan itu kepadanya, tetapi dia tiada mempunyai bagian lagi pada hari kemudian". S. Asy-Syura. ayat 20.
Dan firmanNYA:-
Artinya: "Siapa yang mengerjakan perbuatan baik seberat atom akan di-lihatnya. Dan siapa yang mengerjakan kejahatan seberat atom akan di-lihatnya". S. Az-Zilzal. ayat 7 - 8.
Dan firmanNYA:-
Artinya: "Dan Kami (datang) dengan sengaja kepada pekerjaan yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan debu yang berterbangan". S. Al-Furqan, ayat 23.
Dan demikian juga firmanNYA:-
Artinya: "Demi (perhatian) waktu! Sesungguhnya manusia itu dalam kerugian. Selain dari orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih dan mewasiatkan (memesankan) satu sama lain, dengan kebenaran dan mewasiatkan satu sama lain, supaya berhati teguh (sabar)". S. Al-'Ashr, ayat I - 2 - 3.
Maka inilah empat syarat bagi kelepasan dari kerugian!
Sesungguhnya, adalah takutnya para nabi itu, bersama dengan nikmat-nikmat yang melimpah-ruah kepada mereka, adalah dikarenakan mereka itu tidak merasa aman dari rencana Allah Ta'ala. Dan tiada yang merasa aman dari rencana Allah itu, selain orang-orang (kaum) yang merugi. Sehingga diriwayatkan, bahwa Nabi s.a.w. dan Jibril a.s. menangis, karena takut kepada Allah Ta•ala. Maka Allah menurunkan wahyu kepada keduanya: "Mengapakah kamu menangis dan kamu berdua sudah AKU amankan?".
Keduanya lalu menjawab: "Siapakah yang merasa aman dari rencana Eng-kau?"
Keduanya, karena mengetahui, bahwa Allah itu Mahatahu akan segala yang ghaib dan keduanya tidak mengetahui akan kesudahan segala urusan, lalu tidak merasa aman. Dan adalah firmanNYA: "Kamu berdua sudah AKU amankan" itu, seakan-akan percobaan, ujian dan rencana Allah bagi keduanya. Sehingga, jikalau tenanglah ketakutan keduanya, niscaya nampaklah bahwa keduanya telah merasa aman dari rencana Allah dan apa yang dipenuhinya dengan perkataannya.
Sebagaimana nabi Ibrahim a.s. tatkala diletakkan dalam merillm (al-manjaniq). Beliau mengucapkan:-
Artinya: "Cukuplah Allah bagiku"
Dan adalah ucapan itu termasuk do'a yang besar. Maka nabi Ibrahim a.s. itu dicoba dan dilawankan dengan Jibril a.s. di udara (sesudah al-man-janiq itu dilepaskan ke udara).
Jibril a.s. bertanya: "Adakah hajat keperluan bagi engkau?". Nabi Ibrahim a.s. menjawab: "Adapun kepada engkau, tidak!".
Maka adalah jawaban itu memenuhi akan hakikat ucapannya: "Cukuplah Allah bagiku".
Allah Ta'ala menerangkan yang demikian itu. dengan firmanNYA:
Artinya: 'Dan Ibrahim yang memehuhi (kewajibannya)". S. An-Najm. ayat 37.
Artinya: dengan yang diharuskan oleh ucapannya: "Has-bi-yallah" itu. Dan yang seperti ini, dikhabarkan oleh Allah Ta'ala dari hal nabi Musa a.s. dengan firmanNYA:-
Artinya: "Keduanya (nabi Musa a.s. dan nabi Harun a.s.) memohon:
"Wahai Tuhan kami! Kami kuatir, bahwa dia (Fir'un) terlebih dahulu bersedia menentang kami atau dia melakukan kekejaman di luar batas". DIA (Tuhan) berfirman: "Janganlah kamu takut, sesungguhnya AKU bersama kamu berdua. AKU mendengar dan AKU melihat". S. Tha Ha, ayat 45 - 46.
Dan bersama ini, tatkala tukang-tukang sihir itu melemparkan sihirnya. lalu timbul ketakutan pad a diri nabi Musa a.s. Karena ia tidak merasa aman dari rencana Allah. Dan meragukan urusan kepadanya. Sehingga Allah membaharukan akan keamanan kepadanya. Dan dikatakan:-
Artinya: "Jangan takut, sesungguhnya engkau lebih tinggi!" S. Tha Ha. ayat 68.
Tatkala lemah kekuatan kaum muslimin pada hari perang Badar, lalu
Nabi s.a.w.berdo'a:-
Artinya: "Wahai Allah Tuhanku! Jikalau binasalah pasukan ini, niscaya tidak tinggal seorang pun di permukaan bumi yang menyembah ENGKAU".
Lalu Abu bakar r.a. berkata: "Biarlah akan pertolongan Tuhan engkau kepada engkau! Sesungguhnya Tuhan itu memenuhi bagi engkau, dengan apa yang dijanjikanNYA". (Dirawikan AI-Bukhari dari Ibnu Abbas).
Maka adalah tempat tegaknya Abubakar Ash-Shiddiq itu tempat tegak kepercayaan, dengan janji Allah. Dan itu lebih sempuma. Karena tidak timbul, selain dari kesempumaan ma'rifah dengan rahasia-rahasia Allah Ta'ala dan kesembunyian af'alNYA dan arti sifat-sifatNYA yang diibaratkan dari sebahagian apa, yang timbul daripadanya rencana itu. Dan tiada seorang pun manusia yang mengetahui hakikat sifat-sifat Allah Ta'ala. Dan orang yang mengetahui akan hakikat ma'rifah dan singkat ma'rifahnya daripada meliputi hakikat segala urusan, niscaya - sudah pasti - sangat ketakutannya. Dan karena itulah, nabi Isa AI-Masih menjawab, tatkala ditanyakan kepadanya:-
Artinya: "Dan ketika Allah berfirman: Hai Isa Anak Maryam! Engkaukah yang mengatakan kepada manusia: "Ambillah aku dan ibuku menjadi dua tuhan, selain dari Allah? '!sa mengatakan: '"Maha Suci ENGKAU! Tiada sepatutnya aku mengatakan, apa yang bukan hakku (menyebutkan). Kalau kiranya aku mengatakan itu. tentulah ENGKAU mengetahuinya:
ENGKAU mengetahui apa yang dalam pikiranku dan aku tidak mengetahui apa yang dalam ilmu ENGKAU", S AI-Maidah, ayat 116,
Dan Allah berfirman:-
Artinya: "Kalau mereka ENGKAU siksa, maka mereka itu hamba-hamba ENGKAU dan kalau mereka ENGKAU ampuni, sesungguhnya ENGKAU Maha Kuasa dan Bijaksana". S. AI-Maidah, ayat 118.
Nabi Isa a.s. menyerahkan urusan itu kepada kehendakNYA. Dan mengeluarkan dirinya secara keseluruhan, dari kejelasan. Karena ia tahu, tiada suatu urusan pun baginya. Dan semua urusan itu terikat dengan kehendak Allah, dengan ikatan, yang keluar dari batas yang dapat diketahui dengan akal dan kebiasaan. Maka tidak mungkin diambil keputusannya dengan qias, tebakan dan kiraan. Lebih-Iebih lagi, dengan pentahkikan dan keyakinan.
Inilah yang meyakinkan hati orang-orang arifin, Karena bahaya besar, ialah: terikatnya urusan engkau, dengan kehendak orang yang tiada perduli kepada engkau, jikalau membinasakan engkau. Maka sesungguhnya telah membinasakan orang-orang yang seperti engkau, yang tidak terhinggakan. Dan senantiasalah lA, di dunia menyiksakan mereka dengan berbagai macam kepedihan dan penyakit. Dan bersama dengan yang demikian, IA mendatangkan penyakit kepada hati mereka, dengan kekufuran dan kemunafikan. Kemudian, IA mengekalkan siksaan atas mereka selama-Iamanya. Kemudian, IA mengkabarkan dari yang demikian dengan firman-
Artinya: "Dan kalau KAMI kehendaki, niscaya KAMI berikan petunjuk kepada setiap diri. Akan tetapi, perkataan daripadaKU sebenarnya akan terjadi: sesungguhnya AKU akan memenuhkan neraka jahannam dengan jin dan manusia semuanya". S. As-Sajadah, ayat 13.
Dan firmanNYA:-
Artinya: "Perkataan Tuhan engkau sudah tetap: Bahwa AKU akan memenuhkan neraka jahannam dengan jin dan manusia bersama-sama". S. Hud, ayat 119.
Maka bagaimana tidak ditakuti akan perkataan yang benar pada azali? Dan tidak dapat diharapkan dapat mengetahuinya. Dan jikalau urusan itu baru tadi, niscaya adalah harapan-harapan dapat membantu berdaya-upaya kepadanya. Akan tetapi, tak ada, selain menyerah saja. Dan penyelidikan yang tersembunyi bagi yang lalu itu, termasuk sebab-sebab zahiriyah yang terang kepada hati dan anggota badan. Maka siapa yang mudah baginya sebab-sebab kejahatan dan terdinding di antaranya dan sebab-sebab kebajikan dan kokoh hubungannya dengan dunia, maka seakan-akan - di atas ketahkikannya - telah terbuka baginya, rahasia barang yang lalu, yang telah terdahulu baginya dengan ke-tidak-beruntung-an. Karena masing-masing manusia itu dipermudahkan, untuk apa ia diciptakan. Dan jikalau setiap kebajikan itu dipermudahkan dan hati secara keseluruhan terputus dari dunia dan zahir batinnya menghadap kepada Allah, niscaya adalah ini menghendaki keringanan takut. Jikalau adalah terus-terusan di atas yang demikian itu dapat dipercayakan. Akan tetapi, bahaya al-khatimah dan sukar tetapnya hal itu, menambahkan berkobarnya nyala api ketakutan. Dan tidak mungkin dipadamkan. Bagaimana dirasakan aman perobahan keadaan, sedang hati orang yang beriman itu di antara dua anak jari, dari anak-anak jari Tuhan Yang Maha Pemurah? Dan hati itu lebih keras berbalik-baliknya, dibandingkan dengan kuali dalam gelagaknya. Dan telah berfirman YANG MEMBALIK-BALIK-KAN hati, Yang Maha mulia dan Maha agung:-
Artinya: "Sesungguhnya terhadap siksaan Tuhan itu, tiada seorang pun patut merasa aman". S. AI-Ma'arij, ayat 28.
Maka manusia yang paling bodoh, ialah orang yang merasa aman daripadanya. Dan dia sendiri menyerukan supaya berhati-hati dari amannya itu. Jikalau tidaklah Allah Ta'ala kasih-sayang kepada hamba-hambaNYA yang berma'rifah, karena disemangatkanNYA hati mereka, dengan semangat harap, niscaya terbakarlah hati mereka dengan api ketakutan. Maka sebab-sebabnya harap itu adalah rahmat, bagi orang-orang yang telah dikhususkan oleh Allah. Dan sebab-sebab kelalaian itu adalah rahmat kepada makhluk (manusia) yang awam, dari suatu segi. Karena jikalau terbukalah tutup, niscaya binasalah diri dan terpotong-potonglah hati dari ketakutan kepada YANG MEMBALIK-BALIKKAN hati. Setengah 'arifin berkata: "Jikalau terdinding oleh suatu tiang, di antara aku dan orang yang telah aku kenal bertauhid selama limapuluh tahun, lalu orang itu mati, niscaya tidak aku yakin dengan tauhidnya. Karena aku tidak tahu apa yang lahir baginya, dari kebulak-balikan hati".
Setengah mereka mengatakan: "Jikalau mati syahid itu di pintu rumah dan mati dalam Islam itu pada pintu kamar, niscaya aku pilih mati dalam Islam. Karena aku tidak tahu, apa yang datang bagi hatiku, di antara pintu kamar dan pintu rumah".
Abud-Darda' bersumpah dengan nama Allah, bahwa seseorang yang merasa aman kepada imannya, dari dicabut ketika mati, niscaya dicabut. Dan Sahl berkata: "Takutnya orang-orang shiddiq dari buruk kesudahan (su-ulkhatimah) itu pada setiap langkah dan pada setiap gerak. Dan mereka itu ialah orang-orang yang disifatkan oleh Allah Ta'ala dengan firmanNYA:-
Artinya: "Dan hati mereka itu takut". S. AI-Mu'minun, ayat 60. Tatkala Sufyan Ats- Tsauri hampir meninggal, beliau menangis dan gundah. Lalu dikatakan kepadanya: "Hai Abu Abdillah, engkau hams harap! Se-sungguhnya kema'afan Allah itu lebih besar dari dosa engkau".
Maka beliau menjawab: "Adakah atas kedosaanku aku menangis? Tikalau aku tahu, bahwa aku akan mati di atas tauhid, niscaya aku tidak perduli, bahwa aku bertemu dengan Allah, dengan kesalahan seperti gunung". Diceriterakan dari setengah orang-orang yang takut kepada Allah, bahwa ia mewasiatkan kepada sebahagian saudaranya, sebagai berikut: "Apabila aku akan meninggal, maka dud ukiah di sisi kepalaku! Kalau engkau me-lihat aku mati di atas tauhid, maka ambillah semua milikku! Dan belilah dengan hartaku itu buah lauz (semacam buah-buahan) dan gula! Dan bagibagikanlah kepada anak-anak dari penduduk negeri ini! Dan katakanlah:
"Ini pesta perkawinan orang yang terlepas dari bahaya". Dan kalau aku mati tidak di atas tauhid, maka beri-tahukanlah kepada manusia dengan yang demikian! Sehingga mereka itu tidak tertipu dengan menghadiri janazahku. Supaya hadir pad a janazahku, orang yang menyukainya dengan mengetahui betul. Supaya tidak melekat padaku ria, sesudah meninggal. Temannya lala bertanya: "Dengan apa aku tahu yang demikian?". Orang itu lalu menyebutkan tandanya.
Maka temannya itu melihat tanda tauhid, ketika matinya. Lalu ternan itu membeli gula dan buah lauz. Dan dibagi-bagikannya.
Sahl berkata: "Murid (orang yang menghendaki jalan Allah) itu takut, bahwa mendapat percobaan dengan perbuatan-perbuatan maksiat. Dan orang 'arif (yang berilmu ma'rifah) itu takut, bahwa dicoba dengan ke-kufuran".
Abu Yazid berkata: "Apabila aku menuju ke masjid, seolah-olah pada pinggangku ikat pinggang. Aku takut,. dibawanya aku ke gereja dan rumah api (tempat ibadah orang Majusi). Sampai aku masuk ke masjid, maka terputuslah daripadaku ikat pinggang itu. Maka ini bagiku, pada setiap hati lima kali".
Diriwayatkan dari Isa AI-Masih a.s., bahwa ia berkata: "Hai jama'ah sahabatku! Kamu takut akan perbuatan-perbuatan maksiat. Dan kami para nabi takut akan kekufuran".
Diriwayatkan pada berita nabi-nabi, bahwa seorang nabi mengadukan kepada Allah Ta'ala, akan lapar, kudis dan tidak berpakaian bertahun-tahun. Dan adalah pakaiannya bulu domba. Maka Allah Ta'ala menurunkan wahyu kepadanya: "Hai hambaKU! Apakah engkau tidak senang AKU pelihara hati engkau, daripada engkau kufur kepadaKU, sehingga engkau meminta pada KU dunia?".
Nabi itu lalu mengambil tanah. Dan diletakkannya di atas kepalanya. Dan dia berkata: "Ya, aku senang wahai Tuhanku! Maka peliharakanlah aku dari kekufuran!".
Apabila adalah ketakutan orang-orang 'arifin itu, serta teguhnya tapak kaki mereka dan kuatnya iman mereka, kepada buruknya kesudahan (suul-khatimah), maka bagaimana pula tidak ditakuti oleh orang-orang yang lemah imannya?
Bagi su-ul-khatimah itu mempunyai sebab-sebab yang mendahului dari kematian. Seperti: perbuatan bid'ah. nifaq, takbur dan sejumlah sifat-sifat yang tercela. Dan karena itulah, para shahabat sangat takut kepada nifaq (kemunafikan). Sehingga AI-Hasan AI-Bashari berkata: "Jikalau aku tahu. bahwa aku terlepas dari nifaq. niscaya itu lebih aku suka. danpaoa terbitnya matahari".
Dan tidaklah mereka maksudkan dengan nifaq itu. lawan dari pokok iman. Akan tetapi. yang dimaksudkan, ialah: apa yang berkumpul serta pokok iman itu. Lalu orang itu menjadi muslim, yang munafiq. Tanda-tanda nifaq itu banyak. Nabi s.a.w. bersabda:-
Artinya: "Empat perkara, siapa yang ada padanya empat perkara itu. maka dia munafiq betul, walau pun ia mengerjakan shalat, berpuasa dan mendakwakan dirinya muslim. Dan kalau ada padanya satu perkara dari yang empat itu, maka pada dirinya suatu cabang dari nifaq. Sehingga di• tinggalkannya yang satu perkara tersebut. Empat perkara itu. yaitu: siapa. yang bila berbicara, ia berdusta, apabila berjanji, menyalahi ianji, apabila diserahkan suatu amanah, lalu berkhianat dan apabila bermusuhan, lalu berbuat kezaliman". Dan pada kata yang lain: "apabila membuat perjanjian, lalu meninggalkannya": (Dirawikan AI-Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin 'Amr).
Para shahabat dan tabi'in menafsirkan nifaq, dengan beberapa tafsir. yang tidak terlepas sedikit pun dari nifaq itu. selain dari orang shiddiq. Karena AI-Hasan AI-Bashari rahmatullah.a. berkata: "Sesungguhnya termasuk nifaq, ialah berlainan antara rahsia dan yang terang, berlainan antara Iisan dan hati dan berlainan antara yang masuk dan yang keluar’'. Siapakah yang terlepas dari pengertian-pengertian ini? Bahkan, segala hal tersebut, menjadi kesukaan yang biasa di antara manusia. Dan manusia itu lupa, bahwa secara keseluruhan itu adalah hal munkar. Bahkan, telah berlaku yang demikian, pada masa yang dekat dengan masa kenabian Muhammad s.a.w. Maka bagaimana sangkaan dengan masa kita sekarang? Sehingga Hudzaifah r.a. berkata: "Ada orang yang mengatakan dengan kalimat tertentu pada masa Rasulullah s.a.w. lalu ia menjadi munafik. Dan sekarang aku mendengarnya dari seseorang kamu dalam sehari sepuluh kali". (DIrawitan Ahmad dari Hudzaifah ).
Adalah para shahabat Rasulullah s.a.w. berkata: "Sesungguhnya kamu berbuat perbuatan-perbuatan yang lebih halus pada mata kamu dari sehelai rambut. Kami menghitungkannya pada masa Rasulullah s.a.w. termasuk dosa besar". (Dirawikan Al-Bukhari dari Anas, Ahmad dan AI-Bazzar dari Abi Sa'id.).
Sebahagian mereka mengatakan: "Tiada munafik. bahwa engkau tidak suka dari orang lain, akan perbuatan yang engkau kerjakan seperti perbuatan itu. Bahwa engkau sukai sesuatu dari kezaliman. Dan engkau marah kepada sesuatu dari kebenaran".
Ada yang mengatakan: termasuk nifaq. bahwa apabila dipujikan sesuatu yang tak ada padanya apa-apa, lalu mena'jubkannya yang demikian. Seorang laki-Iaki berkata kepada Ibnu Umar r.a.: "Bahwa kami masuk ke tempat amir-amir itu. Lalu kami benarkan mereka pada apa yang dikatakannya. Maka apabila kami keluar, niscaya kami perkatakan tentang mereka" .
Ibnu 'Umar r.a. lalu menjawab: "Kami menghitungkan itu nifaq pada masa Rasulullah s.a.w . (Ahmad dan Ath-Thabrani).
Diriwayatkan, bahwa Ibnu 'Umar r.a. mendengar seorang laki-Iaki mencaci AI-Hajjaj dan menuduhnya. Lalu Ibnu Umar r.a. berkata: "Jikalau Al-Hajjaj itu hadir di sini apakah kamu mengatakan, dengan apa yang telah kamu perkatakan itu?".
Orang itu menjawab: "Tidak!".
Maka Ibnu Umar berkata: "Kami menghitung ini suatu nifaq pada masa Rasulullan s.a.w. (Hadits ini telah disebutkan dulu pada "Kitab ‘Aqidah". Tetapi menurut AI-Iraqi. beliau tidak menjumpai padanya nama AI-Hajjaj).
Yang lebih berat dari itu, apa yang diriwayatkan, bahwa: suatu jama'ah duduk di pintu Hudzaifah, yang menunggu kedatangannya. Mereka itu memperkatakan tentang sesuatu dari keadaannya. Tatkala Hudzaifah telah keluar menemui mereka. maka mereka itu diam, karena malu daripadanya.
Hudzaifah lalu mengatakan: "Berbicaralah mengenai yang telah kamu katakan itu!".
Mereka itu diam. Lalu Hudzaifah berkata: "Kami menghitung ini perbuatan nifaq pada masa Rasulullah s.a.w .
Inilah Hudzaifah, yang telah dikhususkan dengan mengetahui orang-orang munafik dan sebab-sebab kemunafikan. Ia mengatakan: "Akan datang kepada hati, suatu sa'at, yang penuh dengan iman. Sehingga tidak ada bagi nifaq tempat tusukan jarum penjahit pada hati itu. Dan akan datang kepada hati, suatu sa'at yang penuh dengan nifaq. Sehingga tidak ada pada hati itu tempat tususkan jarum penjahit".
Sesungguhnya anda telah mengetahui dengan ini, bahwa takutnya orang-orang 'arifin itu dari buruknya kesudahan (su-ul-khatimah). Dan sebabnya takut itu adalah hal-hal yang mendahuluinya. Di antaranya: perbuatan-perbuatan bid'ah. Di antaranya: perbuatan-perbuatan maksiat. Dan di antaranya: nifaq. Dan kapankah hamba itu terlepas dari sesuatu dari jumlah yang demikian? Kalau ada orang yang menyangka, bahwa dia terlepas dari yang demikian, maka itu adalah nifaq. Karena dikatakan: siapa yang merasa aman dari nifaq, maka dia itu orang munafik.
Sebahagian mereka mengatakan kepada sebahagian orang-orang arifin:
"Aku takut kepada diriku akan nifaq". Lalu beliau menyambung: "Jikalau aku munafiq, niscaya aku tidak takut kepada kemunafikan".
Maka senantiasalah orang arifin (yang berilmu ma'rifah) di antara menoleh kepada yang lalu dan yang kesudahan itu, dalam ketakutan. Dan karena itulah, Nabi s.a. w. bersabda:-
Artinya: "Hamba yang beriman itu di antara dua ketakutan: antara waktu yang telah lalu, yang tidak diketahuinya: apa yang diperbuat oleh Allah padanya. Dan di antara waktu yang masih ada, yang tidak diketahuinya: apa yang dikehendaki (ditetapkan) oleh Allah padanya. Maka demi Allah, yang jiwaku di TanganNYA! Tidaklah sesudah mati itu tempat kepayahan dan tidak adalah kampung sesudah dunia itu, selain syurga atau neraka': (Dirawikan AI-Baihaqi dari riwayat AI-Hasan, dari seorang sahabat Nabi s.a.w. dan telah disebutkan dahulu pada "Tercelanya Dunia"). Pada Allah tempat memohonkan pertolongan!
Arti su-ul-khatimah
Kalau anda bertanya: bahwa kebanyakan mereka itu, takutnya adalah kepada su-ul-khatimah, maka apa arti su-ul-khatimah itu?Ketahuilah, bahwa su-ul-khatimah itu ada dua tingkat. Salah satu daripadanya lebih besar dari yang lain.
Adapun tingkat yang besar, yang mendahsyatkan, bahwa mengerasi atas hati, ketika sakaratul-maut dan lahir ke-huru-hara-annya, adakalanya oleh keraguan dan adakalanya oleh keingkaran. Lalu roh (nyawa) diambil dalam keadaan kerasnya keingkaran atau keraguan. Maka ikatan keingkaran yang mengerasi atas hati itu, menjadi dinding (hijab) di antaranya dan Allah Ta'ala untuk selama-Iamanya. Dan yang demikian menghendaki akan kejauhan yang terus-menerus dan siksaan yang berkekalan.
Yang kedua, yaitu: kurang dari yang pertama tadi, bahwa mengerasi atas batinya ketika mati, oleh kecintaan kepada sesuatu dari hal dunia dan keinginan dari keinginan-keinginan dunia. Maka membentuk yang demikian itu dalam batinya dan menenggelamkannya. Sehingga, tidak ada lagi dalam keadaan itu, tempat yang lapang untuk yang lain. Maka berkebetulan pengambilan nyawanya dalam keadaan yang demikian. Maka adalah ketenggelaman batinya dengan yang demikian itu, membalikkan kepalanya ke dunia. Dan memalingkan mukanya ke dunia itu.
Manakala muka telah berpaling dari Allah Ta'ala, niscaya terjadilah hijab. Dan manakala telah terjadi hijab, niscaya turunlah azab. Karena neraka Allah yang menyala-nyala itu, tidak mengambil, selain orang-orang yang terhijab daripada Allah. Adapun orang mu'min yang sejahtera batinya dari kecintaan kepada dunia, yang terarah cita-citanya kepada Allah Ta'ala, maka neraka mengatakan kepadanya: "Lalulah, hai mu'min! Sinarmu telah memadamkan api-baraku".
Manakala berkebetulan pengambilan nyawa dalam keadaan kerasnya kecintaan kepada dunia, maka keadaan amat berbahaya. Karena manusia itu mati, menurut apa yang ia hidup. Dan tidak mungkin diusahakan sifat yang lain bagi hati, sesudah mati, yang berlawanan dengan sifat yang mengerasi atas dirinya. Karena tidak berlaku pada hati, selain amal-perbuatan anggota badan. Dan anggota badan itu telah batil dengan mati. Maka batillah segala amal perbuatan. Maka tak ada harapan pada amal perbuatan lagi. Dan tak ada harapan untuk kembali ke dunia, untuk memperoleh apa yang hilang. Dan ketika itu, besarlah penyesalan. Hanya, pokok iman dan kecintaan kepada Allah Ta'ala, apabila telah melekat pada hati, maka itu masa yang panjang. Dan yang demikian, bertambah teguh, dengan amal-amal shalih. Maka itu menghapuskan dari hati, akan keadaan tersebut, yang datang bagi hati ketika mati. Kalau ada kekuatan imannya kepada batas seberat biji sawi, niscaya iman itu mengeluarkannya dari neraka, pada waktu yang sangat dekat. Dan kalau kurang dari yang demikian, niscaya lamalah berhentinya dalam neraka. Dan kalau tak ada imannya, selain seberat sebutir biji-bijian, maka tak dapat tidak, iman itu akan mengeluarkannya dari neraka, walaupun sesudah ribuan tahun. Kalau anda mengatakan: "Bahwa apa yang telah aku sebutkan itu meng-hendaki, bahwa bersegeralah neraka kepadanya, sesudah matinya. Maka apa artinya dikemudiankan kepada hari kiamat dan ditangguhkan sepanjang masa itu?".
Ketahuilah kiranya, bahwa setiap orang yang mengingkari akan azab kubur, maka orang itu pembuat bid'ah dan ia terdinding dari nur Allah Ta'ala, dari nur AI-Qur-an dan nur iman. Bahkan yang shahlih dari orang-orang yang mempunyai mata hati, ialah apa yang shahih pada hadits-hadits. Yaitu: bahwa kubur itu, adakalanya satu lobang dari lobang-lobang neraka atau suatu taman dari taman-taman syurga. (Dirawikan At-Tirmidzi dari Abi Sa'id katanya: hadits gharib.).
Dan kadang-kadang dibukakan kepada kubur yang diazabkan, tujuh puluh pintu dari neraka jahannam, sebagaimana tersebut pada hadits-hadits. Maka ketika nyawanya bereerai dari si mati, lalu turun padanya bala-bencana, kalau ia celaka dengan su-ul-khatimah. Hanya bermacam-macam jenis azab itu, densan bermacam-macam waktu. Maka adalah pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir ketika diletakkan orang yang mati itu dalam kubur (Telah diterangkan dahulu pada "Kaedah-kaedah I'tikad") dan penyiksaan sesudahnya. (Telah diterangkan dahulu.)
Kemudian perdebatan pada hitungan amal (hisab amal). (Telah diterangkan dahulu). Dan tersiarnya di hadapan orang banyak, yang menyaksikan di hari kiamat. Sesudah itu, bahaya pada titian shiratulmustaqim. Yaitu: malaikat-malaikat penjaga neraka (az-zabaniyah). Sampai kepada penghabisan apa yang tersebut pada hadits-hadits. Maka senantiasalah orang yang celaka itu bulak-balik dalam semua keadaannya, di antara berbagai macam azab-siksaan. Dan diazabkan dalam jumlah hal-keadaan itu, selain orang yang dilindungi oleh Allah dengan rahmatNYA.
Jangan anda menyangka, bahwa tempat iman itu dimakan oleh tanah. Akan tetapi, tanah memakan semua anggota badan dan dihancurkannya, sampai datang waktunya. Maka berkumpullah babagian-babagian badan yang telah cerai-berai. Dan dikembalikan nyawa kepadanya, di mana nyawa itu adalah tempatnya iman. Dan nyawa itu, sejak dari waktu mati. sampai kepada dikembalikan, adakalanya: dalam perut burung hijau, yang tergantung di bawah 'Arasy, jikalau nyawa itu berbabagia. Dan adakalanya dalam keadaan yang berlawanan dengan keadaan di atas, jikalau kita berlindung dengan Allah ada nyawa itu tidak mendapat kebabagiaan. Kalau anda bertanya: "Apa sebabnya yang membawa kepada su-ul-khatimah? Maka ketahuilah, bahwa sebab-sebab keadaan ini, tidak mungkin dihinggakan dengan uraian. Akan tetapi, mungkin diisyaratkan kepada kumpulannya. Adapun kesudahan dengan keraguan dan keingkaran, maka terbatas sebabnya pada dua perkara:
Pertama: tergambar kesudahan itu serta sempurnanya wara' dan zuhud dan sempurnanya kebaikan pada amal-perbuatan, seperti orang yang me-ngerjakan bid'ah, yang zuhud. Maka akibatnya berbahaya sekali. Walau pun amal-perbuatannya shalih. Dan tidaklah aku maksudkan suatu mazbab, lalu aku katakan, bahwa: itu bid'ah. Maka penjelasan yang demikian itu akan panjang pembicaraan padanya. Akan tetapi, aku kehendaki dengan bid'ah, ialah: bahwa seseorang beri'tikad mengenai zat Allah Ta'ala, sifatNya dan afalNya, menyalahi kebenaran. Lalu ia beri'tikad menyalahi apa yang sebenamya. Adakalanya, dengan pendapatnya, dengan yang difikirinya dan pandangannya, yang dengan demikian itu, ia berdebat dengan musuhnya. Kepada yang demikian, ia berpegang. Dan yang demikian itu, ia tertipu. Adakalanya, ia mengambil dengan ikut-ikutan (taqlid) dari orang, yang demikian keadaannya. Maka apabila telah mendekati mati, telah menampak baginya ubun-ubun Malakul-maut dan bergoncangan hati, dengan apa padanya, kadang-kadang terbukalah baginya dalam keadaan sakaratul-maut itu, batalnya apa yang telah dii'tikadkannya, karena kebodohan. Karena keadaan mati itu, ialah: keadaan terbukanya tutup. Dan permulaan sakaratnya itu daripadanya. Maka kadang-kadang terbuka sebabagian perkara. Maka manakala batallah padanya, apa yang telah dii'tikadkannya (diyakininya) dan ia telah berketetapan hati dan yakin pada dirinya, niscaya ia tidak menyangka, bahwa ia bersalah pada i'tikad tersebut khususnya. Karena ia terbawa kepada pendapat yang batil dan akal yang kurang. Bahkan, ia menyangka, bahwa setiap apa yang dii'tikadkannya itu tidak berasal. Karena tak ada padanya, perbedaan antara imannya kepada Allah dan RasulNYA dan aqidah-aqidahnya yang lain yang benar, dengan i'tikad yang salah. Maka tersingkapnya sebabagian aqidahnya dari kebodohan, adalah sebab batalnya aqidah-aqidahnya yang lain. Atau karena keraguannya pada aqidah-aqidah itu.
Kalau kebetulan keluar nyawanya pada kali ini, sebelum ia tetap dan kembali kepada pokok iman, maka berkesudahanlah baginya dengan keadaan buruk (su-ul-kha-timah). Dan keluarlah nyawanya di atas kemusyrikan.Kita berlindung dengan Allah daripada yang demikian. Mereka itulah Yang dimaksud dengan firman Allah Ta'al:
Artinya: "Dan ketika itu, jelas bagi mereka, bahwa apa-apa yang dahulunya mereka tiada kira itu, memang dari Allah". S.Az-Zumar. ayat 47.
Dan dengan firmanNYA:
Artinya: "Katakan: Akan Kami beritakankah kepadamu. orang-orang yang paling rugi dalam pekerjaannya? Mereka yang terbuang saja usahanya dalam kehidupan dunia. sedangkan mereka mengira. bahwa mereka melakukan usaha-usaha yang baik". S.AI-Kahf, ayat 103 - 104.
Dan sebagaimana kadang-kadang terbuka pada sakaratul-maut sebabagian keadaan. Karena kesibukan dunia dan nafsu keinginan badan, itulah yang mencegah hati daripada memperhatikan kepada alam malakut (alam tinggi). Maka ia membaca, apa yang pada Luh Mahfudh, supaya terbuka baginya keadaan yang sebenarnya. Maka adalah contoh hal keadaan ini. menjadi sebab bagi terbuka (al-kasyaf). Dan adalah al-kasyaf itu menjadi sebab keraguan pada i'tikad-i'tikad lainnya.
Setiap orang yang beri'tikad mengenai Allah Ta’ala. mengenai sifat-sifatNYA dan afalNYA. akan sesuatu dibalik yang sebenarnya, maka adakalanya, karena ikut-ikutan (taqlid). Dan adakalanya, karena memperhatikan kerada pendapat dan pemikiran. Maka dia berada dalam bahaya ini. Zuhud dan ke-shalih-an itu tidak mencukupi, untuk menolak bahaya tersebut. Akan tetapi, tiada yang melepaskan daripadanya, selain oleh i'tikad yang benar. Dan orang-orang dungu dapat tersingkirkan dari bahaya ini. Yakni: mereka yang beriman kepada Allah. RasuINYA, dan hari akhirat, dengan iman yang mujmal (tiada terperinci), yang meresap dalam batinya. Seperti: orang Arab dusun, orang-orang hitam dan orang-orang awam lainnya, yang tiada terjun dalam pembahasan dan pemerhatian. Dan mereka tidak masuk dalam ilmu kalam (ilmu ketuhanan) secara bebas. Dan mereka tidak bertekun kepada bermacam-macam jenis orang-orang ahfi ilmu kalam (al-mutakallimin), pada mengikuti pembicaraan mereka itu yang bermacam-macam. Dan karena itulah Nabi s.a.w. bersabda:
Artinya: "Kebanyakan isi syurga itu orang-orang dungu". (Dirawikan AI-Bazzar dari Anas dan telah diterangkan dahulu.).
Karena itulah. dilarang oleh ulama salaf, dari pembahasan, pemerhatian dan penerjunan dalam ilmu kalam. Dan pemeriksaan dari urusan-urusan itu. Mereka menyuroh manusia membatasi diri untuk mengimani, dengan apa yang diturunkan oleh Allah 'Azza wa Jalla semuanya. Dan dengan setiap apa yang datang dari secara dhahiriyah saja. Serta beri'tikad akan tidak keserupaan (dalam bentuk apa pun antara KAHLIQ dengan makhluk). Mereka melarang manusia terjun dalam penta'wilan (mencari pengertian yang dapat dipahami pikiran). Karena bahaya pada membahas sifat-sifat Allah itu amat besar, halangan-halangannya menyusahkan dan jalan-jalannya menyulitkan.
Dan akaI manusia untuk mengetahui keagungan Allah Ta'ala itu pendek. Dan petunjuk Allah Ta'ala dengan nurul-yaqin dari hati, dengan apa yang menjadi tabiatnya dari kecintaan kepada dunia itu, terhijab (terdinding). Dan apa yang disebutkan oleh para pembahas, dengan modal akal pikiran mereka itu kacau dan bertentangan. Dan hati, untuk apa yang disampaikan kepadanya pada permulaan kejadian itu merasa jinak. Dan dengannya itu tersangkut. Dan ta'assub (kefanatikan) yang berkobar di antora manusia itu merupakan paku-paku yang teguh bagi kepercayaan-kepercayaan yang diwarisi. Atau yang diambil dengan baik sangka, dari para guru pada permulaan keadaannya. Kemudian, tabiat manusia itu tersangkut dengan kecintaan kepada dunia. Kepada dunia, tabiat itu menghadap. Dan nafsu keinginan dunia itu mencekek lehernya. Dan berpaling dari kesempurnaan berpikir. Maka apabila' pintu pembicaraan mengenai Allah dan sifat-sifatNYA, dengan pendapat dan akal itu dibuka, serta berlebih-kurangnya manusia tentang kecerdasan, berbedanya mereka pada tabiat dan lobanya setiap orang bodoh pada mendakwakan kesempurnaan atau mengetahui akan hakikat kebenaran, niscaya terlepaslah lidah mereka, dengan apa yang terjadi, bagi setiap orang dari mereka. Dan menyangkutlah yang demikian dengan hati orang-orang yang memperhatikan kepada mereka. Dan teguhlah yang demikian, dengan lamanya kejinakan hati pada mereka. Lalu tersumbatlah secara keselurohan, jalan kelepasan kepada mereka. Maka adalah keselamatan makhluk itu, dengan menyibukkan mereka dengan amal shalih (perbuatan yang baik). Dan tidak membawa mereka, kepada apa yang di luar dari batas kesanggupan mereta.
Akan tetapi, sekarang telah menurunlah tali kekang dan telah berkembanglah kesia-siaan. Setiap orang bodoh menempatkan diri yang bersesuaian dengan pembawaannya, dengan sangkaan dan terkaan. Dia berkeyakinan, bahwa yang demikian itu ilmu dan yang meyakinkan. Dan itu iman yang murni. Ia menyangka. bahwa apa yang terjadi pada dirinya, terkaan dan uret-uretan itu ilmul-yaqin dan 'ainuf-yaqin. Dan akan anda ketahui beritanya sesudah seketika. Dan sayogialah dinyanyikan mengenai mereka itu, ketika tersingkapnya tutup:
Engkau baikkan sangkaan.
dengan hari-hari, karena ia berbuat baik.
Dan engkau tidak takut akan keburukan,
apa yang didatangkan oleh taqdir.
Engkau diselamatkan oleh malam-malam,
lalu engkau tertipu dengan demikian.
Dan ketika jernihnya malam-malam,
datanglah kekerohan ……. .
Ketahuilah dengan keyakinan, bahwa setiap orang yang memperbedakan iman yang penuh sangkaan dengan Allah. RasulNYA dan kitab-kitabNYA dan terjun dalam pembahasan, maka sesungguhnya ia menempuh bahaya ini. Contohnya adalah seperti orang yang pecah kapalnya dan dia dalam pukulan ombak. Ia dilemparkan oleh ombak ke ombak. Kadang-kadang berbetulan, ia dilemparkan ke pantai. Dan yang demikian itu jauh dari ke-jadian. Dan yang banyak terjadi, dia itu binasa.
Setiap orang yang turun kepada suatu' aqidah, yang diperolehnya dari para pembahas, dengan modal akan pikiran mereka, adakalanya bersama dalil-daliI, yang diuraikannya dalam kefanatikan. Atau tanpa dalil-dalil. Maka jikalau dia itu ragu padanya niscaya dia itu perusak Agama. Dan jikalau ia percaya dengan yang demikian, maka dia itu merasa aman dari rencana Allah. Tertipu dengan akalnya yang kurang. Dan setiap orang yang terjun dalam pembahasan. maka ia tidak terlepas dari dua hal ini. Kecuali. apabila ia melampaui batas-batas yang diterima akal pikiran kepada nur mukasyafah yang menjadi tempat terbitnya matahari pada alam ke-walian dan ke-nabi-an. Dan yang demikian itu adalah belerang merah (Maksudnya: sukar diperoleh. sebabnya belerang itu pada umumnya kuning warnanya. Seperti dalam bahasa kita: gagak putih atau kuda bertanduk. ). Dan di manakah mudah diperoleh? Dan yang selamat daripada bahaya ini ialah: orang dungu dari orang awam. Atau mereka yang disibukkan oleh takutnya kepada neraka, dengan mentha'ati Allah. Maka mereka tidak terjun pada perbuatan yang tidak penting ini.
Maka inilah salah satu sebab yang membahayakan pada su-ul-khatilmah. Adapun sebab kedua. yaitu: kelemahan iman pada pokok. Kemudian, ke-cintaan kepada dunia menguasai hati. Dan manakala lemahlah iman, niscaya lemahlah kecintaan kepada Allah Ta'ala dan kuatlah kecintaan kepada dunia. Lalu jadilah, tidak ada lagi tempat dalam hati untuk mencintai Allah Ta’ala. Selain dari segi: kata hati. Dan tak lahir baginya bekas pada menyalahi hawa-nafsu dan berpaling dari jalan setan. Maka yang demikian itu mewarisi kebinasaan pada mengikuti nafsu-syahwat. Sehingga gelaplah hati kesat dan hitam. Dan bertindis-Iapis kegelapan hawa nafsu ke atas hati. Maka senantiasalah padam nur iman yang ada padanya, di atas kelemahannya itu. Sehingga jadilah yang demikian itu tabiat dan karat. Maka apabila datang sakaratul-maut, niscaya bertambahlah kecintaan itu. Ya'ni: kecintaan kepada Allah itu bertambah lemah, karena apa yang tampak dari perasaan berpisah dengan dunia. Dan dunia itu kecintaan yang merigerasi atas hati. Lalu hati itu merasa pedih dengan perasaan perpisahan dengan dunia. Dan ia melihat yang demikian dari Allah. Maka tergeraklah batinya dengan mengingkari apa yang ditakdirkan kepadanya, dari kematian. Dan tiada menyukai yang demikian, dari segi, bahwa dia itu dari Allah. Maka ditakuti akan berkobar dalam batinnya akan kemarahan kepada Allah, ganti dari kecintaannya. Sebagaimana orang yang mencintai anaknya, dengan kecintaan yang lemah. Apabila anaknya itu mengambil hartanya, yang lebih dikasihinya dari anaknya dan dirusakkannya, niscaya berbaliklah kecintaan yang lemah itu kepada kemarahan. Maka jikalau berbetulan keluar nyawanya pada detik itu, yang terguris padanya gurisan ini, niscaya berkesudahanlah baginya dengan keburukan (su-ul-khatimah). Dan binasalah ia untuk selama-Iamanya. Dan sebab yang membawa kepada kesudahan yang seperti ini, ialah: kerasnya kecintaan kepada dunia, kecenderungan kepadanya dan gembira dengan sebab-sebabnya. Serta kelemahan iman, yang memastikan kelemahan kecintaan kepada Allah Ta'ala. Maka siapa yang memperoleh dalam batinya kecintaan kepada Allah, yang lebih keras dari kecintaan kepada dunia, walaupun ada juga kecintaannya kepada dunia, maka dia itu lebih jauh dari bahaya tersebut. Kecintaan kepada dunia itu kepala (pokok) setiap kesalahan. Dan itu penyakit yang melumpuhkan. Dan telah meratai kepada segala jenis manusia. Dan yang demikian itu semuanya, karena sedikitnya ma'rifah kepada Allah Ta'ala. Karena tiada yang mencintai akan Allah. selain orang yang mengenaliNYA. Dan karena inilah Allah Ta'ala berfirman:
Artinya: "Katakan: Kalau bapa-bapamu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, perempuan-perempuanmu. kaum keluargamu, kekayaan yang kamu peroleh, perniagaan yang kamu kuatiri menanggung rugi dan tempat tinggi yang kamu sukai; kalau semua itu lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNYA dan dari berjuang di jalan Allah, tunggulah sampai Allah mendatangkan perintahNYA. S.At-Taubah. ayat 24.
Jadi, maka setiap orang yang berpisah nyawanya, pada keadaan detik keingkaran batinya kepada Allah Ta'ala dan lahir kemarahan kepada perbuatan Allah dengan batinya, pada terpisahnya di antara dia dan isterinya, hartanya dan lan-lain yang dikasihinya, niscaya adalah kematiannya itu merupakan kedatangan kepada yang dimarahi oleh Allah Ta'ala dan berpisah dengan apa yang dikasihinya. Maka ia datang kepada Allah sebagai datangnya hamba yang dimarahi yang lari dari tuannya apabila ia datang kepada tuannya itu karena terpaksa. Maka tidak tersembunyi lagi apa yang berhak diterimanya dari kehinaan dan hukuman.
Adapun orang yang mati di atas kecintaan kepada Allah, maka orang itu kepada Allah Ta'ala, sebagai datangnya hamba yang berbuat baik, rindu kepada tuannya, yang menanggung kesulitan-kesulitan perbuatan dan kesukaran-kesukaran perjalanan, karena mengharap bertemu dengan tuannya. Maka tidaklah tersembunyi, apa yang dijumpainya dari kesenangan dan kegembiraan, dengan semata-mata bertemu itu. Lebih-Iebih dengan apa yang berhak diterimanya, dari kelemah-Iembutan pemuliaan dan kecemerlangan penikmatan.
Adapun kesudahan kedua (al-khatimah ats-tsaniyah), yang kurang dari yang pertama itu dan tidak menghendaki kepada kekekalan dalam neraka, maka ia mempunyai juga dua sebab. Yang pertama, banyak perbuatan maksiat, walau imannya kuat. Dan yang satu lagi (yang kedua). lemahnya iman, walau pun sedikit perbuatan maksiat.
Yang demikian itu, karena berbuat perbuatan maksiat itu. sebabnya ialah: kerasnya nafsu-syahwat dan melekatnya di hati disebabkan banyaknya ke-jinakan hati dan kebiasaan atas yang demikian. Dan semua yang suka hati manusia kepadanya, dalam umurnya, akan kembali ingatannya kepada batinya ketika ia mati. Kalau kecenderungannya itu lebih banyak kepada perbuatan tha'at, niscaya adalah kebanyakan yang hadir kepada batinya, ingatan tha 'at kepada Allah Ta 'ala. Dan kalau kecenderungannya Iebih banyak kepada perbuatan maksiat, niscaya banyaklah ingatan kepada perbuatan maksiat itu pada batinya, ketika mati. Maka kadang-kadang diambil nyawanya ketika kerasnya nafsu keinginan kepada dunia dan kepada perbuatan maksiat. Lalu terikat batinya kepada yang demikian. Dan ia menjadi terhijab (terdinding) dari Allah Ta’ala. Maka orang yang tiada mengerjakan dosa, selain sekelumit. Sesudah sekelimit, niscaya ia lehih jauh dari bahaya itu. Dan orang yang tiada sekali-kali mengerjakan dosa, maka dia itu jauh sekali dari bahaya itu. Dan orang yang banyak perbuatan maksiatnya dan lebih banyak dari perbuatan tha'atnya dan batinya lebih senang dengan perbuatan maksiat itu dari perbuatan tha'at, maka bahaya itu besar sekali terhadap dirinya.
Akan kami perkenalkan ini dengan suatu contoh. Yaitu: sesungguhnya tiada tersembunyi kepada anda, bahwa manusia itu bermimpi sewaktu tidur, sejumlah hal-keadaan yang diketahuinya sepanjang umurnya. Sehingga dia itu bermimpi, sesuai dengan yang dilihatnya sewaktu ia jaga. Dan sehingga anak yang mendekati dewasa (al-murahiq) yang bermimpi dengan keluar maninya (al-ihtilam), niscaya tidak akan memimpikan bentuk bersetubuh, apabila ia belum pernah bersetubuh dalam jaganya. Dan kalau tetap ia dalam beberapa waktu, seperti yang demikian, niscaya ia tiada akan melihat dalam mimpinya akan bentuk bersetubuh. Kemudian, tiada tersembunyi lagi, bahwa orang yang menghabiskan umurnya mempelajari ilmu fikih, niscaya akan bermimpi hal ihwal yang menyangkut dengan ilmu dan ulama, lebih banyak daripada yang dimimpikan oleh seseorang saudagar, yang menghabiskan umurnya dalam perniagaan. Dan seorang saudagar yang bermimpi tentang hal-ihwal yang menyangkut dengan perniagaan dan sebab-sebabnya itu lebih banyak dari yang dimimpikan oleh seorang dokter dan seorang ahli fikih (al-faqih). Karena, timbul dalam keadaan tidur itu, apa yang telah dihasilkannya, bersesuaian dengan hati, dengan lamanya kejinakan hati atau dengan salah satu sebab-sebab lain.
Mati itu menyerupai tidur. Akan tetapi, diatas dari tidur. Akan tetapi, sakratul-maut dan yang mendahuluinya dari kepingsanan itu mendekati tidur. Maka yang demikian itu, menghendaki teringatnya yang dibiasakan oleh hati. Dan kembalinya kepada hati. Dan salah satu sebab yang menguatkan berhasilnya ingatan itu dalam hati, ialah: lamanya kejinakan hati dahulu kepadanya. Maka lamanya kejinakan hati dengan perbuatan-perbuatan maksiat dan perbuatan-perbuatan tha'at juga, menguatkan yang demikian. Dan yang demikian itu berlainan pula antara tidumya orang-orang shalih dan orang-orang fasik. Maka adalah kerasnya kejinakan hati itu menjadi sebab untuk tergambamya bentuk yang keji dalam batinya, dan cenderung jiwanya kepadanya. Lalu kadang-kadang nyawanya diambil di atas yang demikian. Maka adalah yang demikian itu menjadi sebab ,buruk kesudahannya (su-ul-khatimah). Walau pun pokok iman masih ada, menurut yang diharapkan ke-ikhlas-annya pada yang demikian. Maka adalah yang demikian itu menjadi sebqab buruk kesudahannya(su-ul-khatimah). Walaupun pokok iman masih ada, menurut yang diharapkan keikhlasannya pada yang demikian.
Sebagaimana apa yang terguris di batinya waktu jaga, sesungguhnya itu terguris dengan sebab khas (yang khusus), yang diketahui oleh Allah Ta’ala. Maka seperti demikian juga, bagi masing-masing tidur itu mempunyai sebab-sebab pada sisi Allah Ta'ala. Sebabagiannya kita ketahui dan 'sebabagiannya tidak kita ketahui. Sebagaimana kita ketahui, bahwa yang terguris di hati itu berpindah dari sesuatu, kepada yang bersesuaian dengan dia. Adakalanya, disebabkan keserupaan. Adakalanya, disebab berlawanan. Dan adakalanya, disebabkan keberbandingan. Dengan adanya telah datang kepada pancaindra dari yang demikian .
Adapun disebabkan keserupaan, maka dengan sebab memandang kepada yang cantik, lalu teringat kepada yang cantik, yang lain.
Ipun disebabkan keberlawanan, maka dengan melihat kepada yang buruk lalu teringat kepada yang buruk. Dan memperhatikan tentang sangat berlebih-kurangnya diantara keduanya itu.
Adapun disebabkan keberbandingan, maka dengan melihat kepada seekor kuda yang telah dilihatnya sebelumnya, serta seorang insan. Maka ia teringat akan insan itu.
Kadang-kadang yang terguris di hati itu berpindah dari sesuatu kepada sesuatu yang lain. Dan ia tidak tahu segi kesesuaiannya. Dan adalah yang demikian itu, dengan suatu perantaraan dan dua perantaraan. Seperti ia berpindah dari sesuatu yang pertama, kepada sesuatu yang kedua. Dan daripadanya kepada sesuatu yang ketiga. Kemudian, ia lupa kepada yang kedua. Dan tak ada kesesuaian antara yang ketiga dan yang pertama. Akan tetapi ada kesesuaian antara yang ketiga dan yang kedua. Dan antara yang kedua dan yang pertama. Maka seperti demikian juga, bagi perpindahan gurisan-gurisan hati dalam tidur itu mempunyai sebab-sebab, dari jenis ini. Dan seperti yang demikian juga, ketika sakaratul-maut.
Maka di atas dasar ini dan ilmu itu pada Allah bahwa orang, yang pekerjaan menjahit adalah terbanyak kesibukannya, maka anda akan melihat, bahwa orang itu menunjukkan kepada kepalanya, seakan-akan ia mengambil jarum penjahit, untuk dia menjahit dengan jarum penjahit itu. Dan ia membasahkan anak jarinya, yang menjadi kebiasaan baginya, dengan sarung jari. Ia mengambil kain sarung dari atasnya. Diukur dan dijengkalinya. Seakan-akan ia akan berbuat menceraikan kain sarung itu. Kemudian, ia memanjangkan tangannya kepada gunting.
Siapa yang menghendaki untuk mencegah gurisan batinya kepada berpindah pada perbuatan maksiat dan nafsu-syahwat, maka tiada jalan baginya, selain ber-mujahadah sepanjar umur, untuk memisahkan dirinya dari yang demjkian. Dan pada mencegah nafsu-syahwatnya dari hati. Maka ini adalah kadar yang masuk di bawah ikhtiar (usaha). Dan selalu rajin kepada kebajikan dan melepaskan diri dari kejahatan adalah alat dan simpanan untuk ketika sakaratul-maut. Sesungguhnya manusia itu akan mati, di atas apa yang ia hidup. Dan akan dibangkitkan di atas apa yang ia mati. Karena itulah, dinukilkan dari keadaan seorang tukang jual buah-buahan, bahwa dia diajarkan (di-talqin-kan) ketika akan mati, dua kalimah syahadah. Lalu tukang jual buah-buahan itu menjawab: lima, enam, empat. Adalah jiwanya sibuk dengan hitungan yang selalu dikerjakannya sebelum mati.
Sebabagian kaum berilmu ma'rifah (orang-orang 'arifin) dari ulama-ulama terdahulu. mengatakan: '''Arasy itu suatu permata yang nurnya gilang-gemilang. Maka tiadalah hamba itu di atas suatu keadaan, melainkan tercaplah sepertinya pada 'Arasy, di atas bentuk yang ada padanya. Maka apabila hamba itu pada sakaratul-maut, niscaya terbukalah bentuknya dari 'Arasy. Kadang-kadang ia melihat dirinya diatas bentuk maksiat. Dan seperti itu juga, terbuka baginya pada hari kiamat. Lalu ia melihat keadaan dirinya. Maka ia mengambil dari malu dan takut, akan sifat yang mulia.
Dan apa yang disebutkan oleh orang arifin tadi itu benar!
Dan sebabnya mimpi yang benar itu mendekati yang demikian. Sesungguhnya orang yang tidur itu mengetahui apa yang akan ada, pada masa mendatang, dari membaca Luh-Mahfudh. Dan itu adalah sebabagian dari nubuwwah (kenabian).
Jadi, su-ul-khatimah itu kembali kepada hal-keadaan hati dan masuknya gurisan-gurisan hati. Dan yang membalik-balikkan hati, ialah: ALLAH. Dan kebetulan-kebetulan yang menghendaki kepada buruknya gurisan-gurisan hati itu tidak masuk di bawah usaha, secara keselurohan. Walau pun ada pembekasan karena lamanya kejinakan hati padanya.
Maka dengan ini, sangatlah takutnya orang-orang arifin kepada su-ul"'atimah. Karena jikalau manusia mengingini, bahwa tidak melihat dalam aUmpinya, selain hal-ihwal orang-orang shalih dan hal-ihwal tha'at dan ibadat, niscaya sukarlah yang demikian kepadanya. Walaupun banyaknya ke-shalih-an dan rajin pada ke-shalih-an itu, termasuk yang membekas padanya. Akan tetapi, kegoncangan-kegoncangan khayalan itu, secanl keselurohan, tidak masuk di bawah kendalian. Walaupun hiasanya ada kesesuaian, apa yang tampak dalam tidur itu, dengan apa yang hiasanya dalarn jaga. Sehingga aku mendengar Syaikh Ahu Ali AI-Fllrimadzi r.a. menyifatkan (menerangkan) kepadaku. wajibnya kebagusan adab seorang murid bagi gurunya (syaikhnya). Dan bahwa tidak ada dalam batinya, penentangan bagi setiap apa yang dikatakan oleh syaikhnya. Dan tidak ada pada lidahnya pertengkaran dengan gurunya. Syaikh Ahu Ali hcrkata: "Aku ceriterakan kepada guruku Abil-Qasim AI-Kirmani akan mimpiku. Aku mengatakan: "Aku bermimpi. bahwa tuan guru mengatakan kepadaku demikian Lalu aku bertanya, mengapa yang demikian itu ?' ..
Syaikh Abu Ali meneruskan ceriteranya: "Lalu guruku Abil-Qasim AI-Kirmani memboikot aku sebulan. Beliau tidak berbicara dengan aku. Dan mengatakan: "Jikalau tidaklah dalam batin engkau, pembolehan penuntutan dan penentangan terhadap apa yang aku katakan kepada engkau, niscaya tidaklah berlaku yang demikian atas Iidah engkau dalam tidur". Dan benarlah apa yang dikatakan oleh Syaikh Abil-Qasim AI-Kirmani itu. Karena sedikitlah dimimpikan oleh manusia dalam tidurnya, akan kebaikan dari apa yang biasa waktu jaga pada batinya.
Inilah sekadar yang kami perbolehkan menyebutkannya pada Ilmu Mu’amalah, dari rahasia-rahasia persoalan al-khatimah. Dan dibalik yang demikian itu masuk dalam llmu Mukasyafah.
Dan telah terang bagi anda dengan ini, bahwa merasa aman dari su-ulkhatimah, ialah: dengan anda melihat segala sesuatu itu, menurut yang sebenarnya, tanpa kebodohan. Dan anda halau serba umur dalam ketha’atan kepada Allah, tanpa ada kemaksiatan. Maka jikalau anda tahu, bahwa yang demikian itu mustahil atau sukar, niscaya tidak boleh tidak, bahwa keraslah di atas anda ketakutan akan apa yang telah keras atas orang 'arifin. Sehingga dengan sebabnya itu, lamalah tangisan anda pekikan anda. Dan terus-meneruslah dengan yang demikian itu, kegundahan anda dan kekacauan pikiran anda. Sebagaimana akan kami ceritakan dari hal-ihwal nabi-nabi dan orang-orang salaf yang shalih. Supaya adalah yang demikian itu salah satu sebab yang mengobarkan api ,ketakutan dari hati anda.
Sesungguhnya anda mengetahui dengan ini, bahwa amal-perbuatan selama umur selurohnya itu lenyap, jikalau tidak selamat pada nafas yang akhir. Waktu keluarnya nyawa. Dan selamatnya itu serta bergoncangnya Ig kegurisan-kegurisan di hati itu sukar sekali. Dan karena itulah, Mathraf bin Abdullah mengatakan: "Sesungguhnya aku tidak heran akan orang yang binasa, bagaimana ia binasa. Akan tetapi, aku heran akan orang yang terlepas dari kebinasaan, bagaimana maka ia terlepas".
Dan karena itulah, Hamid AI-Laffaf berkata: "Apabila naiklah para malaikat dengan membawa roh hamba yang mukmin, yang sudah mati di atas kebajikan dan agama Islam, niscaya heranlah para malaikat dari yang demikian. Dan mereka mengatakan: "Bagaimana terlepasnya si Ini dari dunia, yang telah rusak padanya orang-orang pilihan kita?".
Ats-Tsuri pada suatu hari menangis. Lalu ditanyakan kepadanya: "Atas dasar apa anda menangis?".
Beliau menjawab: "Kami menangis di atas dosa-dosa pada suatu ketika. Maka sekarang, kami menangis di atas Islam".
Kesimpulannya, bahwa orang yang jatuh kapalnya dalam lautan yang dalam dan diserang oleh angin ribut dan dipukul oleh ombak, niscaya kelepasan pada orang ini, adalah lebih jauh, dibandingkan dengan kebinasaan. Dan hati orang mukmin itu, lebih berat pukulannya, dibandingkan dengan kapal. Dan ombak kegurisan-kegurisan dihati itu, lebih besar tamparannya, dari ombak lautan. Dan sesungguhnya yang menakutkan ketika mati itu, ialah kekuatiran su-ul-khatimah saja. Dan itulah yang di-sabdakan Nabi s.a.w.:
Artinya: "Sesungguhnya orang yang beramal dengan amalan penduduk syurga selama limapuluh tahun. Sehingga tidak ada lagi, di antaranya dan syurga, selain masa perhentian di antara dua kali memerah susu unta. Maka berkesudahan bagi orang itu, dengan apa yang telah terdahulu baginya suratan amal".
Masa di antara dua kali memerah susu unta itu, tidak termuat untuk amalan yang mengharuskan ke-tidak-beruntungan. Akan tetapi, itu adalah gurisan-gurisan hati yang kacau-balau. Dan terguris sebagai gurisan kilat yang menyambar,
Sahl berkata: "Aku bermimpi, seakan-akan aku dimasukkan kedalam syurga. Lalu aku melihat tigaratus orang nabi. Maka aku bertanya kepada mereka: "Apakah yang lebih kamu takuti. dari apa-apa yang kamu takuti di dunia?". Para nabi itu menjawab: "Su-ul-khatimah!",
Oleh karena bahaya yang besar ini. maka mati syahid itu digemari orang. Dan mati secara tiba-tiba itu tidak disukai. Adapun mati secara tiba-tiba, maka karena mati itu kadang-kadang berkebetulan ketika kerasnya gurisan jahat dan menguasainya pada hati. Dan hati itu terlepas dari hal-hal yang seperti itu. kecuali ditolak dengan kebencian atau dengan nur-ma'rifah. Adapun mati syahid, maka karena mati syahid itu adalah ibarat dari pengambilan nyawa, dalam keadaan yang tak ada lagi dalam hati, selain kecintaan kepada Allah Ta'ala. Dan telah keluar dari hati kecintaan kepada dunia, isteri, harta, anak dan semua nafsu-syahwat. Karena ia tidak menyerbu ke barisan perang, yang menempatkan dirinya pada kematian, selain karena cinta kepada Allah, mencari ke redha-anNYA, menjual dunianya dengan akhiratnya dan redha dengan penjualan yang diperjual belikan oleh Allah Ta'ala dengan dia. Karena Allah Ta'ala berfirman:
Attinya: "Sesungguhnya Allah telah membeli diri dan harta orang-orang yang beriman, dengan memberikan syurga untuk mereka". S.AI-Taubah. ayat 111.
Penjual itu-sudah pasti- tidak ingin lagi kepada barang yang dijualnya. Telah keluar kecintaannya dari hatinya. Dan semata-mata kecintaan itu sekarang tertuju dalam hatinya kepada harga yang dimaksud.
Keadaan yang seperti ini, kadang-kadang mengerasi pada hati dalam sebabagian hal-ihwal yang lain. Akan tetapi, tiada berbetulan keluar nyawanya pada hal keadaan itu. Maka barisan perang itu sebab bagi keluarnya nyawa, di atas hal-keadaan yang tersebut.
Ini adalah terhadap orang yang tiada bermaksud untuk menang harta rampasan dan bagus suara orang tentang keberaniannya (Hadits yang menerangkan, bahwa orang yang terbunuh dengan maksud tersebut, tidak meperoleh darjat syahid. Dirawikan AL-Bukhari dan Muslim). Maka orang yang ini keadaannya, jikalau ia terbunuh dalam peperangan, niscaya dia itu jauh dari derajat yang seperti ini. sebagaimana telah dibuktikan oleh hadits-hadits.
Ketika telah terang bagi anda. makna su-ul-khatimah dan apa yang menakutkan padanya, maka berbuatlah dengan menyiapkan diri untuknya. Maka rajin berdzikir (mengingati) akan Allah Ta'ala! Keluarkanlah dari hati akan kecintaan kepada dunia! Jagalah anggota tubuh anda dari perbuatan maksiat dan hati anda daripada berpikir padanya! Dan peliharalah kesungguhan anda daripada menyaksikan perbuatan-perbuatan maksiat dan menyaksikan orang-orangnya! Sesungguhnya yang demikian membekas pada hati anda. Dan memalingkan kepadanya pikiran anda dan gurisan-gurisan hati anda.
Awaslah bahwa anda menyerahkan hal itu kepada masa nanti dan mengatakan: "Aku akan menyiapkan untuk itu, apabila telah datang al-khatimah (kesudahan)". Sesungguhnya setiap nafas engkau itu kesudahan engkau. Karena mungkin padanya akan disambar nyawa engkau. Maka intiplah akan hati engkau pada setiap detik! Awaslah bahwa engkau meIengahkannya, akan sedetik pun! Mungkin detik itu kesudahan engkau. Karena mungkin akan disambar nyawa engkau padanya.
Ini adalah selama engkau dalam jaga. Adapun apabila engkau tidur, maka awaslah bahwa engkau tidur itu, selain di at as kesucian zahir dan batin. Dan jagalah, bahwa tidur itu mengerasi akan engkau, selain sesudah banyaklah dzikir kepada Allah pada hati engkau.
Aku tidak mengatakan pada lidah engkau. Sesungguhnya gerakan Iidah semata-mataitu lemah kesannya (membekasnya). Dan ketahuilah dengan yakin, bahwa tiada yang mengerasi atas hati engkau ketika tidur, selain apa yang biasanya ada sebelum tidur. Sesungguhnya, tiada yang mengerasi pada tidur, selain apa yang biasanya telah mengerasi sebelum tidur. Dan tidak membangkit dari tidur engkau, selain apa yang mengerasi atas hati engkau pada tidur engkau. Kematian dan kebangkitan itu menyerupai tidur dan jaga. Maka sebagaimana hamba itu tidak tidur, selain di atas apa yang telah mengerasinya pada jaganya dan ia tidak jaga (bangun dari tidur), selain di atas apa, ia berada dalam tidurnya, maka seperti demikianlah, manusia itu tidak akan mati, selain di atas apa yang ia hidup padanya. Dan ia tidak akan dibangkitkan, selain di atas apa, yang ia mati padanya. Yakinilah dengan tegas dan yakin, bahwa kematian dan kebangkitan itu dua keadaan dari hal-hal keadaan engkau. Sebagaimana tidur dan jaga itu dua keadaan dari hal-hal keadaan engkau. Dan percayalah dengan ini. dengan pembenaran dengan i'tikad hati, jikalau engkau tidak ahli untuk menyaksikan yang demikian, dengan 'ainul-yaqin dan nur penglihatan hati!
Intiplah nafas engkau dan detik-detik engkau! Dan jagalah diri engkau. daripada melupakan kepada Allah sekejap mata pun! Maka sesungguhnya, apabila engkau berbuat setiap yang demikian itu, niscaya engkau berada dalam bahaya besar. Maka bagaimana apabila engkau tidak berbuat? Manusia itu semua dalam kebinasaan, selain orang-orang yang berilmu. Dan orang-orang yang berilmu itu semua dalam kebinasaan. selain orang-orang yang beramal. Dan orang-orang yang beramal itu semua dalam kebinasaan. selain orang-orang yang ikhlas. Dan orang-orang yang ikhlas itu dalam bahaya besar.
Ketahuilah, bahwa yang demikian itu tidak mudah atas engkau. selama engkau tidak merasa cukup dari dunia. sekadar yang penting bagi engkau. Dan yang penting bagi engkau itu, ialah: makanan. pakaian dan tempat tinggal. Dan yang lain dari itu semua adalah hal kelebihan (tidak perlu).
Dan yang penting dari makanan, ialah: yang dapat menegakkan tulang pinggang engkau dan menyumbat nyawa engkau dari keluar. Maka sayogialah bahwa pengambilan engkau itu, sebagai pengambilan orang yang sangat memerlukan, yang tidak begitu suka kepadanya. Dan tidak ada keinginan engkau kepadanya,lebih banyak dari keinginan engkau pada membuang air besar engkau (ber-qadha-hajat). Karena, tiada berbeda, antara memasukkan makanan dalam perut dan mengeluarkannya dari perut. Keduanya itu penting pada tabiat kejadian manusia. Dan sebagaimana tidaklah membuang air besar itu termasuk cita-cita engkau yang menyibukkan hati engkau, maka tiada sayogialah bahwa mengambil makanan itu termasuk dari cita-cita engkau. Dan ketahuilah, bahwa jikalau ada cita-cita engkau itu apa yang masuk kedalam perut engkau, maka nilai engkau itu apa yang keluar dari perut engkau.
Apabila tidak ada maksud engkau dari makanan, selain taqwa kepada ibadah kepada Allah Ta'ala, seperti maksud engkau dari membuang air besar engkau, maka tanda yang demikian itu tampak pada tiga hal dari makanan engkau, yaitu: pada waktunya, kadarnya dan jenisnya.
Adapun waktu, maka sekurang-kurangnya bahwa dicukupkan pada sehari semalam, dengan satu kali. Maka dibiasakan berpuasa.
Adapun kadarnya, maka bahwa tidak lebih dari sepertiga perut.
Adapun jenisnya, maka tidak dicari makanan yang enak. Akan tetapi, dicukupkan dengan apa yang kebetulan ada.
Jikalau engkau sanggup di atas tiga keadaan ini dan gugur dari engkau perbelanjaan nafsu keinginan yang enak-enak, niscaya sangguplah engkau sesudah itu, pada meninggalkan harta yang diragukan halalnya (harta syubhat). Dan memungkinkan engkau, bahwa engkau tidak makan, selain dari yang halal. Sesungguhnya yang halal itu sukar dan tidak menyempurnakan semua keinginan nafsu.
Adapun pakaian engkau, maka adalah maksud engkau dari padanya, ialah: menolak panas dan dingin dan menutupi aurat. Maka setiap apa yang menolak kedinginan dari kepala engkau, walau pun dengan peci, yang harganya seperenam dirham, maka engkau mencari yang lain dari itu, merupakan hal yang berkelebihan dari engkau, yang menyia-nyiakan masa engkau. Dan mengharuskan engkau bekerja terus-terusan dan kepayahan pada menghasilkannya. Sekali dengan usaha dan pada kali yang lain dengan harap, dari yang haram dan harta syubhat.
Kiaskanlah dengan ini, akan apa yang dapat engkau tolakkan panas dan dingin dari badan engkau! Maka setiap apa yang dapat menghasilkan maksud pakaian, apabila engkau tidak merasa cukup dengan yang demikian, lantaran buruk mutu dan jenisnya, niscaya tidak adalah bagi engkau tempat berdiri dan kembali sesudahnya. Akan tetapi, adalah engkau itu orang yang perutnya dipenuhi oleh tanah, demikian pula tempat tinggal. Jikalau engkau merasa cukup dengan maksud dari tempat tinggal itu, niscaya mencukupilah bagi engkau langit itu menjadi atap. Dan bumi itu tempat ketetapan. Jikalau engkau dikerasi oleh panas atau dingin, maka haruslah engkau tinggal di masjid. Jikalau engkau mencari tempat yang khusus, niscaya panjanglah waktu atas engkau. Dan teralihlah kepadanya kebanyakan umur engkau. Dan umur engkau itu adalah harta kekayaan engkau. Kemudian, jikalau mudah bagi engkau, lalu engkau maksudkan dari dinding itu, selain dari untuk mendindingi di antara engkau dan mata orang. Dan dari atap, selain dari untuk menolak hujan. Lalu engkau meninggikan dinding dan menghiaskan atap-atap. Maka engkau terjatuh dalam jurang, yang menjauhkan kemungkinan engkau dapat mendaki daripadanya.
Begitulah semua kepentingan urusan engkau, jikalau engkau singkatkan seperlunya saja, niscaya engkau dapat mengisikan semua waktu untuk Allah. Dan engkau sanggup menyediakan perbekalan bagi akhirat engkau dan bersiap untuk kesudahan engkau. Dan jikalau engkau lampaui batas yang penting, kepada lembah angan-angan, niscaya kenyanglah angan-angan engkau. Dan Allah tidak memperdulikan pada lembah yang mana, yang membinasakan engkau. Maka terimalah nasehat ini, dari orang yang sangat memerlukan nasehat dari engkau!
Ketahuilah, bahwa lapangan mengatur, mencari perbekalan dan menjaga diri, adalah umur yang singkat ini. Kalau engkau dorong umur ini dari hari ke hari, tentang menyerahkan kepada masa depan atau engkau lengah, niscaya engkau disambar dengan tiba-tiba pada bukan waktu kehendak engkau. Dan tidak berpisah dari engkau, kerugian dan penyesalan engkau. Jikalau engkau tidak sanggup bergantung kepada apa, yang telah aku berikan petunjuk, disebabkan lemahnya takut engkau, karena tidak ada pada urusan kesudahan (al-khatimah) yang telah aku terangkan itu, mencukupi pada menakutkan engkau, maka akan kami bentangkan kepada engkau hal-ihwal orang-orang yang takut, yang kami harap, dapat menghilangkan sebabagian kekesatan hati engkau. Maka sesungguhnya engkau yakini, bahwa akal pikiran nabi-nabi, wali-wali, ulama-ulama, amal mereka dan kedudukan mereka, pada sisi Allah Ta'ala itu, tidaklah kurang dari akal pikiran engkau, amal engkau dan kedudukan engkau. Maka perhatikanlah, serta kaburnya mata penglihatan engkau dan rusaknya mata hati engkau, tentang hal-keadaan mereka! Mengapa bersangatan kepada mereka itu ketakutan? Dan berkepanjangan pada mereka itu kegundahan dan tangisan? Sehingga ada sebabagian mereka itu mati pingsan. Sebabagian mereka itu merasa dahsyat. Sebabagian jatuh dalam keadaan tidak menyadarkan diri. Dan sebabagiannya jatuh tersungkur ke bumi dan meninggal. Dan tidak ragu lagi, jikalau ada yang demikian itu tidak membekas pada hati engkau. Sesungguhnya hati orang-orang yang lalai itu seperti batu atau lebih kesat lagi. Dan sebabagian dari batu itu sesungguhnya tatkala memancar dari padanya sungai-sungai. Dan sebabagian daripadanya tatkala pecah retak, lalu keluar daripadanya air. Dan sebabagian daripadanya, tatkala ia turun dari ketakutan kepada Allah. Dan tidaklah Allah itu lalai dari apa yang kamu kerjakan.
No comments:
Post a Comment